Queensha.id - Jepara,
Senin malam (9/6/2025), langit Desa Tegalsambi akan kembali memerah. Bukan oleh amarah, tetapi oleh kobaran semangat tradisi yang diwariskan turun-temurun. Ribuan pasang mata siap menyaksikan Perang Obor, sebuah ritual sakral yang telah menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
Perang Obor bukan sekadar tontonan unik yang memadukan nyali dan api. Ia adalah bagian dari kepercayaan masyarakat Tegalsambi akan sejarah masa lampau, ketika dua tokoh leluhur Ki Babadan dan Ki Gemblong dan berperang menggunakan obor untuk mengusir penyakit pada ternak. Kisah ini kemudian dilestarikan dalam bentuk ritual tahunan yang penuh makna spiritual dan budaya.
Prosesi Sakral Sejak Pagi Buta
Rangkaian acara Perang Obor dimulai sejak Senin pagi. Tepat pukul 06.00 WIB, seekor kerbau disembelih sebagai simbol pengorbanan dan penghormatan pada leluhur. Kegiatan dilanjutkan dengan khataman Al-Qur’an di masjid, menandai unsur religius yang melekat kuat dalam tradisi ini.
Warga kemudian bergotong royong menyiapkan dapur umum untuk memasak daging kerbau yang telah dibersihkan. Sementara itu, perangkat desa menyiapkan sesaji dan meletakkannya di titik-titik batas desa serta di rumah kepala desa. Semua ini dilakukan sebagai bentuk permohonan keselamatan dan keberkahan.
Menjelang siang, pagelaran wayang kulit sesi pertama menghibur warga. Usai makan bersama, ritual Bari’an Qubro digelar sebagai puncak tasyakuran khataman Al-Qur’an. Pukul 14.00–16.00 WIB, persiapan obor dimulai. Obor-obor bambu itu akan digunakan sebagai senjata simbolik dalam ritual utama malam harinya.
Pusaka Warisan Sunan Kalijaga Diarak ke Perempatan
Menjelang magrib, nuansa sakral semakin terasa. Warga dan tokoh adat memulai kirab budaya menuju perempatan Tegalsambi. Arak-arakan ini membawa pusaka keramat berupa dua pedang kayu—Pedang Gendir dan Pedang Gampang—sebuah arca, dan Bedug Dobol yang dipercaya merupakan peninggalan Sunan Kalijaga.
Menurut Petinggi Desa Tegalsambi, Agus Santoso, pusaka tersebut terbuat dari potongan kayu yang digunakan untuk membangun Masjid Demak. Keberadaannya dijaga dengan penuh kehormatan oleh tokoh adat setempat.
Malam yang Membakar Kenangan dan Kepercayaan
Tepat pukul 19.00 WIB, kirab pusaka tiba di perempatan Tegalsambi. Ritual dibuka dengan tarian kolosal bertema Perang Obor yang dibawakan oleh penari-penari muda desa. Pukul 20.00 WIB, Bupati Jepara H. Witiarso Utomo dijadwalkan secara resmi membuka Perang Obor, menandai dimulainya pertarungan simbolik yang menyalakan api budaya.
Puluhan pemuda bersenjatakan obor menyala akan saling serang dalam lingkaran api, bukan untuk melukai, tetapi sebagai simbol keberanian, penyucian diri, serta bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
“Ini bukan sekadar pertunjukan. Ini bentuk cinta masyarakat pada tradisinya, pada warisan nenek moyang, dan pada nilai-nilai kebersamaan,” tegas Agus Santoso.
Lebih dari Tradisi, Ini Identitas
Perang Obor kini bukan hanya milik warga Tegalsambi, tetapi sudah menjadi milik bangsa. Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, ritual ini telah menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara. Bagi warga, ia adalah napas tradisi. Bagi Jepara, ia adalah simbol identitas dan kebanggaan budaya.
Di tengah arus modernisasi, Tegalsambi menegaskan satu hal: selama api tradisi dijaga, jati diri tak akan pernah padam
0 Komentar