Foto, konferensi pers Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil membongkar praktik pengiriman pekerja migran ilegal. |
Queensha.id - Semarang,
Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali mencoreng wajah kemanusiaan Indonesia. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil membongkar praktik pengiriman pekerja migran ilegal yang menelantarkan puluhan warga Indonesia di sejumlah negara Eropa. Dua tersangka berhasil diamankan, yakni KU (42) asal Tegal dan NU (41) asal Brebes, setelah menjerat 83 korban dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 5,2 miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Jateng, Kamis (19/6/2025), Direktur Reskrimum Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan bahwa modus yang digunakan para tersangka ialah menjanjikan pekerjaan bergaji tinggi sebagai pelayan restoran dan anak buah kapal (ABK) di Spanyol, Portugal, Yunani, dan Polandia. Mereka bahkan menjanjikan proses pengurusan izin tinggal agar terlihat legal.
“Korban dijanjikan gaji €1.200–€1.500 per bulan, tapi faktanya mereka hanya menerima sekitar €750–€800, itu pun dengan kondisi kerja yang sangat tidak manusiawi. Mereka dipaksa kerja 24 jam dalam lima hari, hanya istirahat dua jam sehari,” jelas Kombes Dwi.
Dua korban, AM dan EKB, yang menjadi pelapor kasus ini mengaku harus membiayai sendiri perjalanan pulang ke Indonesia setelah merasa diperdaya dan terancam selama bekerja di luar negeri. Bahkan, mereka sempat dipaksa bersembunyi saat terjadi razia oleh aparat setempat karena tidak memiliki dokumen resmi.
Barang bukti yang diamankan oleh polisi mencakup paspor, visa, bukti transfer bank, percakapan digital, dokumen perjanjian kerja, hingga satu unit mobil milik tersangka. Penyidik juga telah berkoordinasi dengan Divhubinter Polri dan pihak imigrasi untuk melacak keberadaan korban lain yang masih tersebar di luar negeri.
“Informasi terakhir, sebagian besar dari 83 korban masih bertahan hidup dengan pekerjaan serabutan dan tengah berusaha mengumpulkan dana untuk pulang. Situasi mereka cukup memprihatinkan,” ungkap Kombes Dwi.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 69 dan Pasal 83 jo Pasal 68 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Mereka terancam hukuman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp 5 miliar.
Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menegaskan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap janji manis perekrutan kerja luar negeri tanpa prosedur yang sah.
“Jangan pernah tergiur tawaran gaji besar jika tidak melalui prosedur resmi. Periksa dulu legalitas lembaga penyalur tenaga kerja. Jika ada kecurigaan, segera laporkan. Kami akan tindak tegas setiap bentuk eksploitasi terhadap warga negara kita,” tegas Kombes Artanto.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar tidak terjerat dalam jebakan mafia perdagangan orang yang masih aktif beroperasi dengan berbagai kedok. Di balik janji kesejahteraan, nyatanya tersembunyi eksploitasi dan penderitaan panjang.
Polda Jateng pun mengajak semua pihakdan baik keluarga, masyarakat, maupun lembaga swadaya untuk proaktif mengedukasi calon pekerja migran agar lebih berhati-hati dan kritis terhadap tawaran kerja yang tampak menggiurkan namun tidak dilengkapi izin resmi.
“Negara wajib hadir untuk melindungi rakyatnya dari perdagangan manusia yang menyamar sebagai harapan hidup. Ini bukan sekadar kriminalitas—ini kejahatan terhadap kemanusiaan,” pungkas Kombes Dwi Subagio.
***
Sumber: Hms Polda Jateng.