Queensha.id - Jepara,
Tradisi hajatan di Jepara terus mengalami transformasi seiring perkembangan zaman. Tak hanya cara mengundang tamu yang kini lebih praktis melalui aplikasi perpesanan seperti WhatsApp, metode pemberian sumbangan pun turut berubah: dari amplop konvensional menjadi transfer langsung ke nomor rekening.
Arief Ismono, warga Desa Lebuawu, Kecamatan Pecangaan, menceritakan pengalamannya saat menikahkan putri keduanya pada April lalu. Ia mengundang sanak saudara dan rekan-rekan melalui pesan WA yang disertai nomor rekening.
“Banyak yang transfer, karena alasan kerja, jarak jauh, atau memang sudah biasa begitu. Kita pun dulu pernah melakukan hal serupa,” ujar Arief, Senin (2/6/2025) sore.
Menurutnya, yang memberi itu berasal dari berbagai lingkaran pertemanan: teman sekolah, pondok pesantren, organisasi, hingga rekan kerja.
“Tidak semua bisa hadir, dulu pun yang tidak hadir biasanya titip ke teman atau saudara yang datang,” tambahnya.
Tradisi ini menunjukkan semangat saling memberi dan membantu, meski nilai bantuannya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
“Lebih baik uang, karena nilainya tidak menyusut. Kalau barang, kadang susah dijual atau tidak dibutuhkan,” ungkap Arief.
Namun, praktik ini juga menyisakan persoalan sosial. Di sebagian kalangan Jepara, bantuan uang ini dianggap sebagai utang tidak tertulis yang harus dikembalikan dengan nominal yang sama saat pihak pemberi punya hajat.
"Waktu menerima senang, tapi saat mengembalikan kadang repot. Bisa sampai dua motor atau emas digadaikan," ucapnya sambil tertawa getir.
Solusi:
1. Sosialisasi tentang Esensi Memberi
Pemerintah desa dan tokoh masyarakat bisa mengedukasi warga bahwa bantuan dalam hajatan adalah bentuk gotong royong, bukan pinjaman yang wajib dibalas setara.
2. Mendorong Pemberian Sukarela
Himbauan agar masyarakat memberi sesuai kemampuan, tanpa tekanan moral untuk mengembalikan sama persis.
3. Pembuatan Buku Tamu Digital Non-Komersial
Sebagai solusi administrasi, tamu bisa mencatat pemberiannya dalam sistem terbuka yang tidak menuntut balasan nominal serupa.
4. Membentuk Dana Sosial Komunal
Warga desa dapat membentuk kas gotong royong, sehingga sumbangan untuk hajatan bersifat kolektif dan tidak menyasar individu secara langsung.
Himbauan:
Penting bagi masyarakat untuk kembali pada niat awal: bahwa memberi dalam hajatan adalah bentuk kepedulian, bukan beban sosial yang harus dibayar kembali. Bijaklah dalam membantu, dan lebih bijak lagi dalam mengatur kemampuan diri. Jangan sampai niat baik berubah menjadi sumber hutang atau konflik sosial.
“Saling membantu itu mulia, asal tidak memaksa atau memberatkan. Mari jaga nilai luhur gotong royong dengan cara yang lebih sehat dan sesuai zaman, " pungkas Arief Ismono.
***
Sumber: AI.