Notification

×

Iklan

Iklan

Laki-Laki Lupa Tanggung Jawab? Nafkah Itu Amanah, Bukan Pilihan

Minggu, 13 Juli 2025 | 21.17 WIB Last Updated 2025-07-13T14:23:54Z

Foto, ilustrasi seorang ayah muda dengan dua anak perempuannya.

Queensha.id - Edukasi Sosial,

Di balik senyum seorang ibu yang bekerja keras menafkahi anak-anaknya, sering kali tersembunyi kenyataan pahit: suami yang telah pergi dan entah karena maut atau perceraian hingga kewajiban yang ikut menguap bersama kepergiannya. Padahal, dalam Islam, nafkah bukan sekadar bentuk kasih sayang, tapi juga kewajiban syariat yang harus dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat.

Sayangnya, banyak laki-laki yang melupakan urutan dan beban nafkah yang seharusnya mereka emban. Sebagian karena ketidaktahuan. Sebagian lagi... karena pura-pura tidak tahu.


Urutan Nafkah dalam Syariat: Laki-Laki Tak Bisa Lari

Dalam ajaran Islam, garis tanggung jawab nafkah sangat jelas:

  • Anak laki-laki berada di bawah tanggungan ayah hingga ia baligh dan mampu mencari nafkah sendiri.
  • Anak perempuan ditanggung ayah hingga menikah. Setelah itu, tanggung jawab beralih kepada suaminya.
  • Jika suami wafat atau bercerai, nafkah kembali ke ayah atau kerabat laki-laki dari pihak perempuan.
  • Sedangkan anak-anak tetap menjadi tanggungan ayah kandung mereka, bukan sang ibu.
  • Jika anak-anak itu diasuh ibunya, maka sang ibu tetap berhak mendapat nafkah karena tugas mengasuh itu bukan kewajiban tunggalnya, melainkan bentuk pelayanan terhadap amanah sang ayah.

Dan bila mantan suami telah wafat, tanggung jawab nafkah anak berpindah ke keluarga laki-laki dari pihak almarhum entah ayah, kakak, adik, atau pamannya.


Realita yang Terbalik: Istri yang Justru Menjadi Tulang Punggung

Namun di kehidupan nyata, justru banyak perempuan yang dipaksa menjadi 'lelaki'. Mereka bekerja banting tulang demi anak-anak, bahkan ketika suaminya masih hidup. Apalagi saat suami sudah pergi.

"Kadang saya lihat sendiri, seorang janda masih muda harus kerja tiga tempat demi sekolah anaknya. Padahal mantan suaminya entah ke mana," ungkap seorang tokoh masyarakat di Jepara.

Lebih tragis lagi, ada ibu-ibu yang sampai rela menempuh jalan haram demi dapur tetap mengepul. Bukan karena ingin, tapi karena tidak ada pilihan. Dan ketika itu terjadi, dosa tetap mengalir ke sang ayah kandung yang semestinya menafkahi tapi memilih lari dari tanggung jawab.


Nafkah Haram, Pendidikan Salah: Ayah Tetap Bertanggung Jawab

Para suami, camkan ini baik-baik: jika anak-anakmu hidup dari uang haram karena kamu lepas tangan, maka dosanya tetap kau tanggung. Jika anak-anakmu tumbuh dengan pendidikan yang menyimpang karena kamu abai, itu tetap menjadi bebanmu di akhirat.

"Sesungguhnya bagi wanita, jika dia meninggalkan anak-anakmu dan menelantarkan mereka, tak ada dosa baginya. Karena tanggung jawab penuh adalah milikmu, wahai laki-laki," ujar seorang ustadzah yang sering menangani kasus perceraian.


Wahai Ibu, Ketulusanmu Adalah Jihadmu

Meski tidak berdosa jika menelantarkan, banyak perempuan memilih tetap bertahan. Tetap mengasuh, tetap mengajar, tetap mendidik. Karena mereka tahu, membesarkan anak-anak adalah jihad. Terlebih di tengah luka dan kecewa, tugas ini menjadi ladang pahala yang tak main-main di mata Allah.

Merawat dan mendidik anak-anak agar tetap mengenal Rabb-nya, bahkan tetap menghormati ayahnya yang tak lagi hadir, adalah bukti keikhlasan tingkat tinggi.


Jangan Tekor Pahala Karena Lalai Kewajiban

Bagi para suami dan ayah, berhentilah memuja sunah jika kewajiban dasar masih kau abaikan. Nafkah bukan pilihan, melainkan amanah. Jangan biarkan pahala besar yang kau kejar luntur karena dosa-dosa kelalaian kepada anak dan istrimu.

Dan untuk para ibu yang sedang berjuang: sabarlah. Hak-hakmu mungkin tidak dipenuhi di dunia, tapi Allah tidak tidur. Di akhirat nanti, segala perjuanganmu akan dibalas dengan keadilan sempurna. Insyaallah.

***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update