Foto, Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah (Madin) di Demak saat menerima donasi dari Amside. (Instagram). Sumber: Relung.id |
Queensha.id - Demak,
Setelah kasus penamparan siswa oleh Ahmad Zuhdi (63), guru Madrasah Diniyah (Madin) di Desa Cangkring, Karanganyar, Kabupaten Demak, resmi berakhir damai, muncul babak baru yang kembali mengundang perhatian publik. Sosok bernama Karno, yang mengaku berasal dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diduga mencoba mengambil keuntungan pribadi dari situasi pelik yang dialami Zuhdi.
Karno disebut-sebut sempat mendatangi rumah Zuhdi sebelum kasus ini menjadi sorotan media dan tokoh nasional. Ia datang dengan janji manis: akan membantu menyelesaikan persoalan hukum yang menjerat Zuhdi. Namun, bantuan yang dijanjikan itu justru menjadi beban baru bagi guru yang hanya bergaji Rp450 ribu setiap empat bulan itu.
“Saya dikunjungi Karno hari Sabtu minggu lalu. Katanya bisa bantu menyelesaikan semua masalah saya. Saya kasih Rp300 ribu dan empat bungkus rokok. Tapi sampai sekarang tidak ada kabarnya,” ujar Zuhdi saat ditemui wartawan pada Senin (21/7/2025).
Zuhdi mengaku tertekan dengan berbagai kunjungan dari pihak tak dikenal, termasuk dari orang-orang yang mengaku aktivis atau relawan. Ia bahkan sempat percaya bahwa dirinya bisa dipenjara dan harus menebus kebebasannya dengan uang hingga puluhan juta rupiah.
“Saya takut, waktu itu sempat ada yang bilang kalau saya masuk penjara, untuk keluar harus keluar uang Rp20 juta,” tambahnya.
Dari Sandal Terbang ke Permintaan Damai
Kasus yang menimpa Zuhdi bermula dari insiden kecil di ruang kelas pada 30 April 2025. Saat sedang mengajar, ia dilempar sandal oleh seorang siswa berinisial D. Dalam refleks dan bentuk teguran, Zuhdi menampar siswa tersebut. Sayangnya, tindakan ini berbuntut panjang hingga akhirnya masuk jalur mediasi dengan keluarga murid.
Pihak keluarga sempat menuntut uang damai sebesar Rp25 juta, yang kemudian dinegosiasikan menjadi Rp12,5 juta. Zuhdi nyaris menjual motornya demi memenuhi tuntutan tersebut, sebelum akhirnya dibantu oleh rekan-rekan dan para sahabat melalui iuran dan pinjaman.
Namun, pada Sabtu (19/7/2025), titik terang muncul. Keluarga siswa melalui Sutopo, paman dari D, serta SM, ibu dari D, datang ke rumah Zuhdi. Mereka meminta maaf dan berniat mengembalikan uang damai yang telah diterima. Sikap tulus tersebut dibalas dengan keteguhan Zuhdi untuk memaafkan dan tidak mengambil kembali uang yang sudah diberikannya.
“Saya ikhlas. Apa yang sudah keluar ya sudah,” kata Zuhdi.
Hal tersebut turut ditegaskan oleh Kepala Desa Cangkring B, Zamharir. Ia menyebut bahwa uang tersebut diikhlaskan secara lahir batin dan tidak akan ditarik kembali.
Ujaran Kebencian di Medsos, Keluarga Murid Membantah
Di tengah proses perdamaian, media sosial kembali memanas setelah muncul akun Facebook bernama “Siti Mualimah” yang mengunggah ujaran negatif terhadap Ahmad Zuhdi dan pendakwah nasional Gus Miftah. Salah satu unggahannya menyebut “kiyai gadungan”, yang kemudian menyulut amarah netizen.
Sutopo membantah bahwa akun tersebut terkait dengan keluarga murid. Ia menyayangkan provokasi yang muncul di tengah upaya penyelesaian damai.
“Dari keluarga kami tidak ada yang unggah atau menyebarkan. Kami juga akan selidiki ini, karena tidak ada niat kami untuk memperkeruh,” tegasnya.
Kasus Selesai, Tapi Ada Luka Sosial
Kuasa hukum Zuhdi, Nizar, memastikan bahwa kasus ini telah selesai secara kekeluargaan. Ia berharap publik dapat menahan diri dan tidak memperpanjang polemik di dunia maya, apalagi menyebarkan informasi yang belum jelas asal-usulnya.
“Alhamdulillah, semua sudah saling memaafkan. Kami minta masyarakat jangan memperkeruh suasana. Ini sudah selesai,” kata Nizar.
Zuhdi kini hanya ingin ketenangan. Ia berharap tidak ada lagi oknum-oknum yang mencoba memanfaatkan kondisinya untuk kepentingan pribadi.
“Saya hanya ingin damai. Teman-teman saya jangan repot lagi. Semoga hidup saya kembali ayem,” tutupnya dengan lirih.
***
Sumber: Relung.id.
(Queensha Jepara | 22 Juli 2025).