Notification

×

Iklan

Iklan

Rela Tak Tidur Seminggu, Thomas Alva Edisound dan Gairah di Balik Dentuman Sound Horeg

Senin, 28 Juli 2025 | 17.57 WIB Last Updated 2025-07-28T10:58:47Z

Foto, Edi Sound Horeg.

Queenshs.id - Musik,


Di tengah hiruk pikuk dunia hiburan lokal, sebuah nama kini tengah berkumandang kencang yaitu Edi Sound, atau yang dijuluki para penggemarnya sebagai Thomas Alva Edisound. Sosok pria asal Jawa Timur ini bukanlah sekadar teknisi biasa. Ia adalah pionir di balik fenomena yang belakangan jadi sorotan: sound horeg.


Sound horeg, sebuah istilah yang kini viral di dunia maya maupun nyata, merujuk pada racikan audio keras berenergi tinggi yang sering dipakai dalam hajatan, konser jalanan, atau karnaval. Suaranya bukan sekadar keras, tapi bisa mencapai 130 desibel, setara dengan dentuman mesin jet dari jarak dekat. Tak heran jika sebagian masyarakat merasa terganggu menyebutnya berisik dan bahkan membahayakan pendengaran.


Namun di balik kontroversinya, tak bisa dipungkiri bahwa sound horeg telah menciptakan panggung baru bagi inovasi teknologi lokal. Dan Edi Sound berada tepat di pusat pusarannya.



Tak Tidur Demi Dentuman Sempurna


Bagi Edi Sound, suara bukan sekadar gelombang. Ia adalah seni, dedikasi, dan kehidupan. Dalam berbagai kesempatan, Edi kerap menyebut bahwa dia rela tidak tidur selama seminggu hanya demi menyempurnakan konfigurasi sound system untuk sebuah acara besar.


“Bukan soal kuat-kuatan, tapi ini soal cinta sama suara,” ungkapnya dalam salah satu konten videonya yang viral.


Edi tak hanya merakit, tapi juga merancang dari nol, memilih setiap komponen secara manual, mengatur posisi speaker hingga menyusun sistem kelistrikan. Tak ada rumus baku, hanya intuisi, pengalaman, dan ketekunan bertahun-tahun.



Julukan Thomas Alva Edisound


Julukan Thomas Alva Edisound bukan datang sembarangan. Para penggemarnya menciptakan nama itu sebagai bentuk penghormatan dan campuran antara nama penemu fonograf, Thomas Alva Edison, dengan kata “sound” dan “horeg”.


“Horeg” sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bergerak atau bergetar. Sebuah metafora yang tepat, karena itulah yang dilakukan suara hasil racikan Edi — bukan hanya terdengar, tapi terasa, bahkan hingga ke dada.


Julukan ini bukan hanya lelucon kreatif, tapi juga simbol bahwa inovasi bisa lahir dari tangan-tangan lokal yang bekerja dalam sunyi. Edi menjadi bukti bahwa teknologi dan seni bisa berpadu dalam bentuk yang paling riil suara yang membelah malam, mengguncang panggung, dan menghidupkan suasana.



Pro dan Kontra, Tapi Tetap Dicinta


Meski menghadapi kritik keras dari sebagian masyarakat karena volumenya yang ekstrem, Edi tak goyah. Ia tetap percaya bahwa selama digunakan dengan bijak dan sesuai kebutuhan, sound horeg adalah bentuk hiburan dan ekspresi budaya yang sah.


Faktanya, permintaan terhadap sound system racikannya terus melonjak. Ia kini tak hanya merakit dan menyewakan sound system skala besar, tetapi juga memberi konsultasi teknis, menjual merchandise, dan menjadi content creator aktif di media sosial dengan ratusan ribu pengikut.



Sound Horeg, Budaya Baru?


Fenomena ini bahkan disebut oleh banyak pengamat sebagai bagian dari transformasi budaya hiburan rakyat. Sound horeg telah menjadi identitas baru di dunia musik lapangan — dari dusun hingga kota. Ia menciptakan ekonomi baru, lapangan kerja, dan komunitas kreatif yang solid.


Dan di tengah pusaran semua itu, Edi Sound berdiri tegak bukan hanya sebagai teknisi, tapi sebagai simbol bahwa dari desa pun bisa lahir teknologi yang mengguncang dunia.


***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update