Notification

×

Iklan

Iklan

Segeralah Menikah untuk Membuka Rejeki, Tapi Mengapa Banyak Perceraian Karena Faktor Ekonomi?

Rabu, 09 Juli 2025 | 14.42 WIB Last Updated 2025-07-09T07:44:39Z

Foto, pernikahan.

Queensha.id - Edukasi Sosial,

Di tengah meningkatnya kampanye pernikahan dini dengan slogan “segeralah menikah untuk membuka pintu rejeki”, fenomena yang kontradiktif justru muncul di lapangan: banyak rumah tangga muda berakhir di meja pengadilan agama. Dan, ironisnya, alasan utama yang sering terungkap adalah faktor ekonomi.

Menikah untuk Membuka Pintu Rezeki: Keyakinan yang Berakar dalam

Dalam ajaran Islam, pernikahan memang dipandang sebagai ibadah dan sarana untuk mendatangkan berkah serta rezeki. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 32:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”

Ayat ini menjadi dasar bagi sebagian masyarakat untuk yakin bahwa menikah bisa “mengundang rejeki” dari arah yang tak terduga. Bahkan, banyak ustaz dan motivator pernikahan menyuarakan hal ini sebagai solusi dari kesulitan hidup yang dirasa tak kunjung berakhir.

Namun Fakta Berbicara: Perceraian Karena Ekonomi Terus Meningkat

Data dari sejumlah Pengadilan Agama di Indonesia menunjukkan bahwa alasan perceraian terbanyak adalah persoalan ekonomi. Di tahun-tahun terakhir, faktor ini mendominasi lebih dari 50% gugatan cerai, khususnya dari pihak istri.

Fakta ini menunjukkan bahwa meski niat menikah sudah baik dan landasan spiritual sudah kuat, ketahanan finansial dalam rumah tangga tetap menjadi ujian nyata. Gagalnya pasangan muda dalam mengelola keuangan, beban ekonomi yang terlalu berat, hingga pengangguran pasca-menikah sering menjadi pemicu konflik berulang.

Mengapa Kontradiksi Ini Terjadi?

Beberapa faktor utama yang menyebabkan pernikahan justru menjadi beban, bukan pembuka rejeki:

  1. Menikah tanpa kesiapan finansial
    Banyak pasangan muda terlalu percaya pada “rezeki setelah menikah” tanpa perhitungan realistis tentang kebutuhan hidup sehari-hari.

  2. Beban hidup yang terus meningkat
    Harga kebutuhan pokok yang naik, biaya tempat tinggal, hingga tuntutan gaya hidup modern menjadi tekanan tersendiri.

  3. Ketimpangan peran ekonomi dalam rumah tangga
    Di banyak kasus, hanya satu pihak (biasanya suami) yang bekerja. Ketika penghasilan tidak mencukupi, muncul ketegangan dalam relasi suami-istri.

  4. Kurangnya edukasi finansial dan perencanaan keluarga
    Minimnya pengetahuan tentang perencanaan keuangan dan manajemen pengeluaran menjadi bom waktu dalam rumah tangga.

Menurut Hukum Islam: Menikah Dianjurkan, Tapi dengan Kesiapan

Islam mendorong umatnya untuk menikah, tetapi juga tidak membenarkan pernikahan yang dilakukan secara tergesa-gesa tanpa kesiapan. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu (secara fisik dan finansial), hendaklah ia menikah..." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kata “mampu” dalam hadis ini menunjukkan bahwa pernikahan harus diiringi kesiapan fisik, mental, dan ekonomi. Islam juga sangat menekankan tanggung jawab seorang suami dalam memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Dalam hal ini, kegagalan menunaikan kewajiban ekonomi bisa menjadi dasar perceraian dalam pandangan hukum Islam.

Kesimpulan: Antara Niat Baik dan Realitas Hidup

Menikah memang bisa menjadi pintu pembuka rezeki jika dilandasi dengan niat baik, kerja keras, dan kesungguhan membangun rumah tangga. Namun, niat saja tidak cukup. Perlu perencanaan, kesiapan, dan ketangguhan mental dalam menghadapi tantangan ekonomi.

Perceraian karena faktor ekonomi menjadi pengingat bahwa menikah bukan sekadar soal cinta dan ibadah, tapi juga soal strategi hidup. Maka sebelum menikah, pertanyaan penting yang perlu dijawab bukan hanya “siapkah kamu mencintai?”, tetapi juga “siapkah kamu bertahan saat dompetmu menipis?”

***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update