Breaking News

Tragis! Bayi di Jepara Meninggal Usai Imunisasi DPT, Keluarga Pertanyakan Prosedur Medis

Foto, Ilustrasi, bayi di inkubator.

Queensha.id - Jepara,

Suasana duka menyelimuti rumah pasangan muda di Desa Wanusobo, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara. Bayi perempuan mereka yang baru berusia dua bulan meninggal dunia usai menjalani imunisasi Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT) di posyandu desa setempat. Peristiwa ini mengundang perhatian publik dan memunculkan pertanyaan serius mengenai prosedur imunisasi yang dijalankan petugas kesehatan di tingkat desa.

Bayi yang lahir pada 12 April 2025 itu merupakan anak pertama dari pasangan Maulidifa Muhammad Kenangkan (26) dan Reza Meutia Agustina (20). Ia mendapatkan suntikan imunisasi DPT pada 12 Juni 2025 oleh bidan desa. Namun dua pekan setelah penyuntikan, sang bayi mengalami gejala memburuk yang berujung pada kematian tragis pada 29 Juni 2025.

"Kami Hanya Ingin Ada Kejelasan"

“Imunisasi disuntikkan di paha kaki kiri bayi. Kami diberi edukasi bahwa jika terjadi demam setelah imunisasi, cukup diberikan obat penurun panas dan dikompres jika bengkak,” kata Maulidifa, atau Difa, seperti dikutip dari Metrotvnews, Rabu (9/7/2025).

Sehari setelah penyuntikan, bayi menunjukkan gejala demam dan menolak minum obat. Difa awalnya mengira itu efek wajar pasca-imunisasi, seperti yang dijelaskan petugas. Namun kondisi sang bayi justru terus menurun. Pada malam ke-14 setelah imunisasi, bayi menunjukkan tanda-tanda serius: mata terbuka namun tak merespons, tubuh lemas, dan tangan mulai dingin.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya infeksi dan dehidrasi berat. Bayi kemudian dirujuk ke rumah sakit dan mendapat perawatan intensif, namun kondisinya tak kunjung membaik. Ia sempat mengalami kejang-kejang sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir.

Keluarga Tak Menuntut, Hanya Ingin Evaluasi Sistem

Meski mengalami kehilangan mendalam, pasangan muda ini memilih untuk tidak menempuh jalur hukum. Namun mereka berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap prosedur imunisasi, terutama di tingkat pelayanan dasar seperti posyandu.

“Kami sangat terpukul atas kepergian anak pertama kami. Kami juga mempertanyakan bagaimana prosedur imunisasi dilakukan. Saat itu bayi kami tidak dicek suhu tubuhnya sebelum penyuntikan,” ungkap Difa lirih.

Lebih jauh, keluarga meminta adanya pendampingan medis yang lebih intensif bagi bayi pasca-imunisasi, termasuk edukasi yang lebih menyeluruh tentang gejala berbahaya yang harus diwaspadai orang tua.

Perlu Evaluasi Layanan Kesehatan Dasar

Peristiwa ini menjadi alarm bagi sistem pelayanan kesehatan dasar, khususnya di desa-desa. Prosedur imunisasi yang seharusnya menjadi langkah pencegahan penyakit justru menimbulkan risiko jika tidak disertai dengan pemeriksaan menyeluruh dan edukasi yang cukup kepada orang tua.

Pakar kesehatan anak menegaskan bahwa imunisasi DPT memang memiliki efek samping ringan seperti demam dan bengkak, namun pemantauan kondisi bayi sebelum dan sesudah imunisasi sangat krusial. Pemeriksaan suhu tubuh, riwayat kesehatan bayi, serta kondisi lingkungan harus menjadi prosedur standar sebelum penyuntikan dilakukan.

Penutup: Harapan dari Sebuah Luka

Duka keluarga Maulidifa dan Meutia kini menjadi cermin bagi semua pihak, dari tenaga kesehatan hingga pembuat kebijakan, bahwa keselamatan bayi tak boleh diabaikan dalam program imunisasi. Mereka berharap, meski telah kehilangan buah hati, peristiwa ini bisa menjadi bahan evaluasi demi mencegah tragedi serupa menimpa keluarga lain.

“Kami tidak ingin ada bayi lain yang mengalami hal serupa. Kami hanya berharap prosedur imunisasi di desa bisa lebih aman dan menyeluruh,” pungkas Difa dengan mata berkaca-kaca.

***

Sumber: BK/Welly.

0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia