Notification

×

Iklan

Iklan

Badai PHK Menghantam Dunia: Ilmu Komputer Tak Lagi Jadi Jurusan Emas

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09.32 WIB Last Updated 2025-08-23T02:32:55Z

Foto, ilustrasi seorang laki-laki yang merasakan pengangguran.


Queensha.id - Jakarta,


Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantui dunia seiring ketidakpastian ekonomi global, konflik geopolitik, hingga masifnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). Fenomena ini tidak hanya menekan sektor industri, tetapi juga merombak peta prospek pendidikan tinggi.


Jurusan Ilmu Komputer, yang beberapa tahun lalu sempat dielu-elukan sebagai pencetak tenaga kerja bergaji tinggi, kini justru mengalami gejolak. Lulusan dari universitas ternama pun tidak serta-merta terjamin mudah mendapat pekerjaan.



Lulusan Ilmu Komputer Menganggur


Data dari The Federal Reserve Bank of New York menunjukkan jurusan Ilmu Komputer kini menduduki peringkat ke-7 dengan tingkat pengangguran tertinggi di Amerika Serikat, yakni 6,1%. Angka ini sedikit lebih baik dibanding Fisika (7,8%) dan Antropologi (9,4%), tetapi tetap menunjukkan tren mengkhawatirkan.


PHK massal di perusahaan teknologi raksasa seperti Amazon dan Google telah mempersempit ruang kerja bagi lulusan baru. Sementara itu, jurusan Teknik Komputer yang beririsan erat dengan Ilmu Komputer bahkan mencatatkan tingkat pengangguran lebih tinggi, yakni 7,5%.


“Setiap anak dengan laptop merasa mereka adalah Zuckerberg berikutnya, tetapi kebanyakan tidak dapat memiliki level kompetensi paling minimal sekalipun,” kata Michael Ryan, pakar keuangan, kepada Newsweek.



Jurusan "Tradisional" Justru Lebih Aman


Ironisnya, jurusan yang jarang dianggap populer justru mencatatkan tingkat pengangguran terendah. Misalnya, Ilmu Gizi, Jasa Konstruksi, dan Teknik Sipil hanya mencatatkan pengangguran 0,4% – 1%.


“Jurusan Ilmu Komputer telah lama dimanjakan dengan mimpi yang tidak sesuai kenyataan,” ujar Bryan Driscoll, konsultan SDM. Ia menilai kenyataan di lapangan pahit: lulusan jauh lebih banyak daripada lowongan yang tersedia.


Hal ini diperburuk dengan utang mahasiswa yang besar serta perekrutan tenaga kerja yang kerap lebih mementingkan silsilah kampus dibandingkan potensi individu.



Laporan Oxford Economics: Lulusan Baru Jadi Faktor


Menurut laporan Oxford Economics yang dikutip CBS News, lulusan baru yang menganggur menyumbang 12% dari kenaikan 85% tingkat pengangguran AS sejak pertengahan 2023, meski mereka hanya mencakup 5% dari angkatan kerja.


Ekonom senior Oxford Economics, Matthew Martin, menilai kesenjangan ini paling terasa di sektor teknologi. “Ada ketidaksesuaian antara permintaan bisnis dan pasokan tenaga kerja. Dan hal itu sangat terkonsentrasi di sektor teknologi,” jelasnya.



Pesan Menohok Bos Nvidia


Kondisi ini kian panas setelah CEO Nvidia, Jensen Huang, blak-blakan menyebut manusia tak lagi perlu belajar Ilmu Komputer. Menurutnya, AI akan membuat komputer semakin pintar dan mampu memahami bahasa manusia tanpa perlu pemrograman rumit.


“Kami akan membuat komputer jadi lebih pintar, sehingga tak ada lagi yang perlu belajar ilmu komputer untuk membuat pemrograman,” kata Huang dalam wawancara dengan CNBC International.


Ia menambahkan, ke depan pabrik-pabrik akan dijalankan robot canggih, tetapi tetap membutuhkan manusia untuk melatih dan memberi data. Huang optimistis AI justru membuka lebih banyak peluang kerja.


“Ini akan menciptakan lapangan pekerjaan dan membuat perusahaan lebih produktif. Ketika produktivitas naik, perusahaan akan merekrut lebih banyak karyawan,” ujarnya.



Harapan di Tengah Badai


Meski masa depan Ilmu Komputer tak lagi semegah yang dibayangkan, jurusan ini masih memiliki prospek jika dipadukan dengan bidang lain, seperti ilmu data, keamanan siber, atau teknologi kesehatan. Dunia kerja memang berubah, tetapi kreativitas dan kemampuan beradaptasi tetap menjadi kunci.


Di tengah badai PHK global, semoga para pencari kerja diberi kekuatan untuk tetap berjuang.


***

Sumber: CNBC.

×
Berita Terbaru Update