Notification

×

Iklan

Iklan

Festival Muria Raya 2025: Merayakan Warna Cinta dari Lereng Muria Jepara

Rabu, 20 Agustus 2025 | 07.11 WIB Last Updated 2025-08-20T00:13:08Z

Foto, pentas tari di event Festival Muria Raya 2025 di Desa Tempur, kecamatan Keling, Jepara.

Queensha.id - Jepara,


Suasana Dukuh Duplak, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, pada 16–17 Agustus 2025 dipenuhi semarak budaya dan kebersamaan. Festival Muria Raya (FMR) 2025 atau FMR#5 kembali digelar dengan mengusung tema “Wiwiting Werna Katresnan” atau Permulaan dari Warna Cinta.


Acara yang memasuki tahun kelima ini menghadirkan kolaborasi seni, tradisi, dan budaya yang berpadu dengan keindahan alam pegunungan Muria. Seniman, budayawan, serta pegiat budaya dari berbagai daerah bahkan mancanegara turut serta, menjadikan festival ini ruang pertemuan lintas generasi.



Ruang Sakral bagi Komunitas


Ketua Panitia FMR#5, Brian Trinanda K. Adi, menyebut festival ini lebih dari sekadar pertunjukan, “Tidak ada yang kebetulan, orang-orang yang hadir punya vibrasi yang sama. FMR menjadi ruang sakral yang menguatkan ikatan komunitas,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).


Peserta tidak hanya menjadi penonton, tetapi ikut larut dalam diskusi, ritual budaya, hingga prosesi tradisi yang menegaskan hubungan erat antara manusia dengan alam.



Temu Cakap Desa dan Seni Leluhur


Salah satu agenda menarik adalah “Temu Cakap Desa”, membahas makna gunung sebagai pusat spiritualitas. Diskusi ini dipandu penulis Mang Pepep DW dan peneliti budaya Dr. Barbara Titus, membuka perspektif baru mengenai Muria sebagai sumber inspirasi kehidupan.


Seniman Rani Jambak juga tampil lewat karya Future Ancestor, yang mengajak generasi muda memahami warisan leluhur sekaligus menyadari peran mereka sebagai “leluhur masa depan”.



Musik Batu dari Muria


Puncak acara ditandai dengan pertunjukan musik batu bertajuk “Menata Bunyi Meniti Gerak Bebatuan Muria” oleh Dr. Memet Chairul Slamet. Karya ini lahir dari residensi seniman yang mengeksplorasi bunyi bebatuan berusia ribuan tahun di Muria, menghadirkan pengalaman audio-visual unik yang menyatu dengan lanskap alam.



Simbol Persaudaraan dan Gerak Ekonomi Desa


Selain pertunjukan seni, FMR#5 juga menghadirkan prosesi budaya Prasastu dan Sabda Paseduluran sebagai simbol persaudaraan lintas desa dan kabupaten di lereng Gunung Muria.


UMKM lokal turut meramaikan festival dengan pameran kopi, madu, kuliner khas desa, hingga karya seni. Kehadiran mereka menjadikan festival bukan hanya ruang budaya, tetapi juga motor penggerak ekonomi kreatif masyarakat setempat.



Membangun Peradaban dari Desa


Brian menegaskan, FMR adalah gerakan kebudayaan yang lahir dari akar rumput.


“FMR bukan sekadar festival, tapi laku budaya yang membangun peradaban dari desa. Semangat ini diharapkan menjadi inspirasi bagi gerakan kebudayaan di seluruh Indonesia,” tutupnya.


Dengan semangat cinta, kebersamaan, dan penghormatan pada alam, Festival Muria Raya 2025 kembali menegaskan Muria sebagai pusat denyut budaya yang hidup, tumbuh, dan memberi warna bagi masyarakat luas.


***

Sumber: JS.

×
Berita Terbaru Update