Foto, politisi dan musisi Sigit Purnomo Said atau Pasha Ungu yang menjabat sebagai Anggota DPR RI. |
Queensha.id - Jakarta,
Jagat media sosial Indonesia diguncang oleh sebuah video viral yang mengklaim politisi sekaligus musisi Sigit Purnomo Said, atau yang lebih dikenal dengan Pasha Ungu, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPR RI.
Bukan pengunduran diri biasa, narasi dalam video itu menyebutkan alasan yang sangat dramatis:
“Saya tidak mau ikut-ikut makan uang haram, lebih baik mundur demi rakyat saya.”
Pernyataan ini seketika membakar emosi publik. Video dengan foto Pasha di ruang sidang paripurna itu beredar luas di TikTok, X (Twitter), hingga grup WhatsApp. Di tengah kemarahan masyarakat terhadap DPR, kisah “heroik” Pasha dirayakan layaknya sebuah perlawanan dari dalam parlemen.
Namun, benarkah Pasha benar-benar mundur dengan alasan tersebut?
Narasi Pahlawan yang Sempurna
Narasi dalam video itu dibangun dengan sangat kuat. Pasha diposisikan sebagai sosok pahlawan yang rela meninggalkan jabatan demi integritas dan rakyat. Kalimat “tidak mau ikut makan uang haram” bahkan menjadi tuduhan terselubung bahwa praktik kotor sudah menjadi hal lumrah di DPR.
Bagi publik yang muak dengan kontroversi DPR—mulai dari isu tunjangan rumah Rp50 juta, rendahnya kehadiran sidang, hingga pernyataan arogan beberapa politisi—video ini menjadi oase yang menyegarkan. Cerita yang sempurna untuk melegitimasi rasa kecewa.
Faktanya: Hoax
Setelah ditelusuri, hingga kini tidak ada konfirmasi resmi dari Pasha, Partai Amanat Nasional (PAN), maupun dari pimpinan DPR terkait pengunduran diri ini. Media arus utama pun tidak ada yang memberitakan kabar tersebut.
Video viral itu ternyata adalah konten hoax yang diduga sengaja diproduksi untuk mendulang atensi publik. Foto Pasha dipadukan dengan narasi fiktif yang sangat provokatif, menunggangi kemarahan rakyat terhadap DPR.
Kemungkinan lain, potongan pernyataan lama Pasha yang tidak relevan diambil dan dibingkai ulang untuk menciptakan kesan seolah-olah ia baru saja mengucapkan hal itu.
Mengapa Publik Begitu Mudah Percaya?
Fenomena ini mengungkap realitas sosial yang lebih dalam: publik haus akan pahlawan dari dalam sistem.
Ketika tingkat kepercayaan terhadap DPR sudah berada di titik nadir, cerita Pasha Ungu yang “berani melawan” hadir sebagai validasi dari rasa kecewa. Publik ingin percaya, sehingga mereka dengan cepat menyebarkan kabar tersebut tanpa verifikasi.
Seorang pengamat media sosial menyebut fenomena ini sebagai confirmation bias: orang lebih mudah mempercayai informasi yang sesuai dengan keyakinan atau emosi mereka, meski tanpa bukti.
Pelajaran Pahit untuk DPR
Bahkan sebuah hoax bisa dirayakan sebagai kebenaran, selama ia sejalan dengan persepsi publik tentang DPR yang dianggap korup dan jauh dari rakyat.
Di sinilah letak ironi: bukan sekadar soal bahaya misinformasi, tetapi juga soal citra DPR yang sudah begitu buruk hingga cerita fiktif pun terasa lebih masuk akal daripada kenyataan.
Publik kini menunggu, apakah DPR atau Pasha sendiri akan mengklarifikasi secara terbuka. Namun, terlepas dari itu, kisah ini menjadi peringatan keras: ketika rakyat sudah muak, bahkan kebohongan pun bisa terdengar meyakinkan.
***