Notification

×

Iklan

Iklan

Musik di Hajatan Tak Kena Royalti, Kafe dan Restoran Tetap Wajib Bayar

Rabu, 20 Agustus 2025 | 15.43 WIB Last Updated 2025-08-20T08:45:13Z

Foto, salah satu acara hajatan yang menampilkan musik.

Queensha.id - Jakarta,


Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan, pemutaran musik di acara nonkomersial, seperti hajatan atau pernikahan, tidak akan dikenakan kewajiban membayar royalti. Hal ini karena kegiatan tersebut tidak bertujuan mencari keuntungan.


“Enggak ada. Kalau kawinan mah enggak ada (kena royalti),” ujar Supratman usai menghadiri peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/8/2025).


Namun, ketentuan berbeda berlaku bagi kafe, restoran, hotel, pusat kebugaran, maupun tempat usaha lain yang memutar musik untuk menunjang keuntungan. Menurutnya, sektor usaha tetap wajib membayar royalti karena pemutaran musik di ruang publik masuk dalam kategori penggunaan komersial.


“Yang punya kewajiban itu adalah tempat usaha. Tapi pemerintah juga tidak buta. Maksudnya, pemerintah tetap akan mendengar semua pihak, dan aturan ini tidak boleh membebani UMKM kita,” tegasnya.



Royalti dan Hukum Internasional


Supratman menambahkan, kewajiban royalti bukan hanya berdasar pada Undang-Undang Hak Cipta dalam negeri, melainkan juga aturan internasional. Indonesia terikat dengan Konvensi Bern, sebuah perjanjian internasional yang mengatur perlindungan hak cipta, termasuk dalam pemutaran musik.


“Royalti itu bukan semata-mata karena ada UU Hak Cipta. Kita juga terikat dengan Konvensi Bern yang berlaku secara internasional,” jelasnya.



Layanan Streaming Tidak Berlaku untuk Usaha


Sebelumnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum menegaskan, pelaku usaha wajib membayar royalti meskipun sudah berlangganan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.


“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan di ruang usaha untuk publik, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial. Karena itu, dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).


Royalti tersebut dikelola melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai amanat UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.



Dorongan Transparansi Royalti


Di tengah polemik sengkarut pembayaran royalti yang belakangan menuai sorotan, Supratman juga menekankan pentingnya transparansi. Ia bahkan meminta agar LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) diaudit.


“Khusus royalti, ini lagi kita mau kumpulkan LMKN dan LMK. Saya sudah lapor, kita akan minta supaya ada audit baik LMK maupun LMKN, supaya transparan,” pungkasnya.


Dengan penegasan ini, masyarakat yang menggelar hajatan bisa lebih tenang, sementara pelaku usaha di ruang komersial tetap diingatkan agar patuh terhadap aturan royalti demi menghormati hak cipta para pencipta lagu.


***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update