Notification

×

Iklan

Iklan

Pemerintah Pusat Bersiap Ambil Alih Izin Tambang Galian C

Kamis, 07 Agustus 2025 | 21.52 WIB Last Updated 2025-08-07T14:53:55Z

Foto, salah satu kegiatan galian C di Indonesia.

Queensha.id - Jakarta,


Pemerintah tengah meracik revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 yang mengatur tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara oleh BPK RI. Langkah ini diambil menyusul insiden tragis longsor di tambang Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat, yang memicu sorotan publik terhadap tata kelola izin pertambangan, khususnya tambang galian C.


Inti dari revisi yang sedang digodok ini adalah pengalihan kewenangan pemberian izin tambang galian C dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Tambang galian C sendiri mencakup pertambangan dengan tingkat teknologi rendah seperti pasir, kerikil, batu kapur, tanah liat, marmer, andesit, kaolin, batu apung, pasir besi, hingga trass.


Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, membenarkan bahwa pihaknya sedang mengevaluasi kemungkinan pengalihan sebagian besar izin ke pusat.


“Lagi dipikirin Perpres-nya, beberapa yang masuk ke pusat. Tapi nggak semua,” kata Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Kamis (7/8/2025).


Namun, Tri menekankan bahwa tidak semua izin galian C akan ditarik ke pusat. Beberapa wilayah masih akan tetap berada di bawah kewenangan pemerintah daerah. "Lagi digodok plus minusnya," tambahnya.


Revisi ini juga mempertimbangkan kesiapan teknis dan administratif pemerintah pusat. Tri menyoroti potensi masalah yang bisa timbul jika semua proses dipusatkan tanpa penyesuaian sumber daya manusia.


“Dengan jumlah evaluator yang ada, kan musti jalan. Jangan sampai juga ditarik ke pusat prosesnya lama, nanti RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) setahun baru keluar,” ujar Tri, dalam pernyataannya sebelumnya di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (24/6/2025).


Saat ini, pertambangan galian C memiliki sejumlah kewajiban administratif tahunan, seperti verifikasi data KTP, pengajuan RKAB, serta jaminan reklamasi. Jika pengurusan izin dipusatkan, pemerintah pusat harus memastikan bahwa seluruh proses tetap berjalan efisien, tanpa membebani pelaku usaha ataupun memperlambat pengawasan.


Langkah pengalihan ini dipandang sebagai respons atas lemahnya pengawasan di tingkat daerah yang dianggap menjadi salah satu pemicu terjadinya kecelakaan tambang. Namun, perubahan kebijakan ini juga menuntut kesiapan sistem yang matang agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.


Revisi Perpres ini akan menjadi tonggak penting dalam arah kebijakan pengelolaan tambang di Indonesia. Keputusan akhir pemerintah akan sangat menentukan apakah pendekatan terpusat ini mampu membawa perbaikan nyata atau justru menciptakan tantangan baru dalam tata kelola tambang nasional.


***

(Queensha Jepara)
7 Agustus 2025