Foto, (Ilustrasi) Seorang laki-laki yang susah mendapatkan pekerjaan. |
Queensha.id - Jakarta,
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta jiwa, berarti sekitar lima dari seratus orang masih menganggur.
Yang mencemaskan, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa pengangguran terbesar datang dari kelompok usia muda 15–24 tahun dengan persentase mencapai 16,16%. Dari sisi tingkat pendidikan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menduduki posisi tertinggi dengan angka pengangguran 8%, disusul lulusan SMA sebesar 6,35%.
Minim Lapangan Kerja Layak
Menanggapi kondisi tersebut, pemerhati pendidikan Layli Triana menilai tingginya angka pengangguran merupakan konsekuensi dari minimnya lapangan pekerjaan yang layak dan merata. Menurutnya, sistem pendidikan vokasi yang digadang mampu mencetak tenaga siap kerja tidak otomatis menjawab persoalan.
“Banyak lulusan SMK dibekali keterampilan teknis, tetapi tetap sulit terserap di industri. Kenapa? Karena industri sepenuhnya dijalankan oleh swasta-kapitalis. Negara hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan penjamin kesejahteraan rakyat,” ujarnya kepada MNews, Senin (22/9/2025).
Layli juga mengkritisi program revitalisasi SMK, konsep link and match dengan industri, hingga perpanjangan masa belajar empat tahun yang nyatanya tidak signifikan menurunkan angka pengangguran. “Pertanyaannya, kalaupun lulusan terserap kerja, apakah gaji mereka cukup menyejahterakan? Faktanya, meskipun sudah sesuai UMK, biaya hidup terus meningkat ditambah potongan-potongan gaji yang ditetapkan negara,” tambahnya.
Perspektif Solusi
Lebih jauh, Layli menilai akar persoalan pengangguran tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi kapitalisme yang berjalan saat ini. Ia menawarkan konsep alternatif melalui penerapan sistem Islam, di mana negara mengambil tanggung jawab langsung atas kesejahteraan rakyat.
“Negara harus mengelola langsung sumber daya alam dan sektor vital demi kepentingan publik, bukan diserahkan ke swasta. Dengan begitu, negara dapat membuka lapangan kerja di sektor strategis, menggerakkan ekonomi riil, dan memastikan distribusi merata,” terangnya.
Menurutnya, pendidikan dalam sistem Islam tidak hanya mencetak tenaga siap kerja, melainkan membentuk kepribadian sekaligus melahirkan ilmuwan dan ahli yang memberi maslahat bagi masyarakat. “Industri strategis seperti pertanian, kelautan, kehutanan, hingga pengelolaan tambang akan berkembang dan menyerap SDM dalam jumlah besar,” pungkasnya.
***