Notification

×

Iklan

Iklan

Gaji dan Tunjangan DPR Jadi Sorotan, Prabowo Ungkap Rencana Pencabutan Kebijakan

Kamis, 04 September 2025 | 06.12 WIB Last Updated 2025-09-03T23:13:07Z

Foto, para anggota DPR RI.

Queensha.id - Jakarta,


Pendapatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Tak hanya gaji pokok, sederet tunjangan hingga uang pensiun yang fantastis ikut memicu kritik keras masyarakat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang penuh tekanan.


Sesuai aturan yang berlaku, anggota DPR bekerja selama lima tahun masa jabatan. Namun, setelah tidak lagi menjabat, mereka tetap berhak memperoleh dana pensiun. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.


Dalam aturan tersebut dijelaskan, besaran pensiun pokok dihitung berdasarkan 1% dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan, dengan batas minimal 6% dan maksimal 75%. Dana pensiun ini akan terus diberikan selama penerima masih hidup, dan kemudian dialihkan kepada pasangan yang ditinggalkan dengan jumlah yang lebih kecil.


Selain itu, anggota DPR juga memperoleh tunjangan hari tua (THT) senilai Rp 15 juta yang dibayarkan sekali.



Deretan Tunjangan Fantastis


Besaran gaji pokok anggota DPR diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Ketua DPR menerima Rp 5.040.000, Wakil Ketua Rp 4.620.000, dan anggota DPR Rp 4.200.000 per bulan.


Namun, nilai itu hanya gaji pokok. Selebihnya, para wakil rakyat mendapatkan tunjangan dalam jumlah besar. Mulai dari tunjangan jabatan, tunjangan istri dan anak, hingga bantuan listrik dan telepon.


Berikut beberapa di antaranya:


  • Uang sidang/paket: Rp 2.000.000.
  • Asisten anggota: Rp 2.250.000.
  • Tunjangan jabatan: Rp 9,7 juta–Rp 18,9 juta.
  • Tunjangan kehormatan: Rp 5,58 juta–Rp 6,69 juta.
  • Tunjangan komunikasi: Rp 15,55 juta–Rp 16,46 juta.
  • Bantuan listrik dan telepon: Rp 7,7 juta.
  • Biaya perjalanan dinas harian: Rp 3 juta–Rp 5 juta per hari tergantung wilayah.


Tak hanya itu, DPR juga mendapat fasilitas rumah jabatan di Kalibata dan Ulujami dengan dana pemeliharaan hingga Rp 5 juta per tahun. Bahkan setelah pensiun, mereka masih menerima tunjangan beras senilai Rp 30.900 per bulan.



Gejolak dan Aksi Protes


Masyarakat menyoroti besarnya anggaran untuk DPR, terutama tunjangan rumah jabatan yang nilainya diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Isu ini pun berbuntut pada demonstrasi di berbagai daerah yang menuntut transparansi dan pengurangan fasilitas dewan.


Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan. Dalam pertemuan dengan sejumlah ketua umum partai politik di Istana, Minggu (31/8/2025), Prabowo mengungkapkan bahwa pimpinan DPR RI sepakat untuk mencabut sejumlah kebijakan terkait tunjangan.


“Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” ujar Prabowo.


Langkah tersebut disebut sebagai upaya meredam keresahan publik sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.



Antara Hak dan Moralitas


Meski semua tunjangan dan fasilitas DPR diatur dalam regulasi resmi, kritik publik lebih banyak menyoroti soal moralitas dan kepekaan wakil rakyat terhadap kondisi masyarakat. Di tengah keluhan mahalnya harga kebutuhan pokok dan tingginya angka pengangguran, kesejahteraan anggota dewan justru dinilai terlalu berlebihan.


Kini publik menunggu langkah konkret DPR dalam menindaklanjuti pernyataan Presiden Prabowo. Apakah benar akan ada pencabutan tunjangan, ataukah polemik ini hanya akan menjadi wacana politik sesaat?


***