Foto, ekspresi wajah iri (ilustrasi). |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Hampir semua orang pernah merasakan iri. Saat melihat teman membeli rumah baru, kolega meraih promosi, atau kerabat berlibur ke destinasi impian, sering kali muncul perasaan tidak nyaman dalam hati. Meski dianggap lumrah, rasa iri ternyata bisa menjadi sumber konflik batin maupun sosial jika tidak dikelola dengan baik.
Mengapa Iri Muncul?
Psikolog dari Satu Persen – Indonesia Life School menjelaskan, iri adalah respons alami otak ketika membandingkan diri dengan orang lain. “Iri biasanya muncul karena ada standar yang kita buat sendiri, lalu membandingkannya dengan kehidupan orang lain,” ujar dr. Elvine Gunawan, Sp.Kj.
Faktor pemicu iri tidak hanya soal pencapaian orang lain, tetapi juga luka batin, rendah diri, dan pengalaman masa lalu. Media sosial pun memperbesar efek ini. Timeline yang dipenuhi pencapaian, liburan, atau gaya hidup mewah sering kali membuat seseorang merasa hidupnya kurang berharga.
Dampak Iri dalam Kehidupan
Menurut konselor Dra. Yuli Suliswidiawati, iri dapat menggerus kebahagiaan. “Orang yang terbiasa iri akan lebih mudah stres, sulit bersyukur, dan merasa hidupnya tidak pernah cukup,” katanya.
Selain itu, iri juga berisiko merusak hubungan sosial. Persahabatan bisa renggang, muncul rasa tidak tulus, hingga konflik terbuka. Pada titik ekstrem, iri bisa berkembang menjadi dengki, yakni keinginan agar orang lain gagal atau kehilangan sesuatu.
Cara Mengelola Rasa Iri
Meski sulit dikendalikan, rasa iri bukanlah sesuatu yang mustahil diatasi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Kesadaran diri. Mengenali kapan rasa iri muncul agar bisa memilih respon yang lebih sehat.
- Membangun rasa cukup. Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup berbeda.
- Latihan syukur. Alihkan fokus dari perbandingan dengan menuliskan tiga hal kecil yang disyukuri setiap hari.
- Batasi media sosial. Mengurangi paparan konten pencapaian orang lain bisa membuat pikiran lebih tenang.
Dari Iri Jadi Motivasi
Iri tidak selalu negatif. Jika diarahkan dengan benar, rasa iri bisa menjadi energi positif untuk memperbaiki diri. Misalnya, iri pada keberhasilan teman bisa menjadi inspirasi untuk bekerja lebih giat, bukan sekadar cemburu.
“Belajar mengelola iri adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan mental,” tegas Dra. Yuli. Dengan kesadaran dan pengendalian diri, iri bisa diubah menjadi dorongan untuk tumbuh, bukan jebakan yang menghambat kebahagiaan.
***