Foto, ilustrasi APBN yang harus membagikan dengan seimbang. |
Queensha.id - Nasional,
Setiap tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi sorotan publik. Dari infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan, semuanya dibiayai dari kantong negara. Namun, yang kerap menjadi pertanyaan masyarakat adalah: mengapa APBN lebih banyak bergantung pada pajak rakyat, sementara tanah, air, dan kekayaan alam yang melimpah katanya dikuasai negara untuk kemakmuran bersama?
Pajak Jadi Tulang Punggung
Data Kementerian Keuangan mencatat, lebih dari 70 persen penerimaan negara setiap tahun bersumber dari pajak. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga cukai. Sementara itu, penerimaan dari sumber daya alam seperti minyak, gas, dan tambang cenderung lebih kecil porsinya.
Kondisi ini menimbulkan paradoks. Indonesia dikenal kaya raya dengan emas, nikel, batu bara, hingga gas alam. Namun mengapa rakyat tetap ditagih pajak, bahkan menjadi sumber utama pendapatan negara?
Kekayaan Alam yang Terbatas dan Dikuasai Swasta
Ekonom menilai, ada beberapa alasan utama. Pertama, keterbatasan cadangan alam. Minyak bumi misalnya, cadangannya terus menipis. Kedua, banyak sektor strategis sudah dikuasai oleh perusahaan swasta, baik nasional maupun asing, melalui skema kontrak karya atau izin usaha.
Akibatnya, meskipun negara “menguasai” secara konstitusional (Pasal 33 UUD 1945), hasil riil yang masuk ke kas negara terbatas karena sebagian besar keuntungan dinikmati oleh korporasi.
Pajak Lebih Stabil
Berbeda dengan hasil bumi yang fluktuatif mengikuti harga pasar internasional, penerimaan pajak dianggap lebih stabil dan dapat diprediksi. Pemerintah bisa mengatur target, melakukan pengawasan, dan menindak yang tidak patuh. Sementara harga minyak, batu bara, atau nikel bisa anjlok sewaktu-waktu, membuat APBN rawan guncangan jika terlalu bergantung pada sektor itu.
Suara Publik: "Jangan Hanya Peras Rakyat"
Di sisi lain, masyarakat sering merasa keberatan karena beban pajak terus meningkat, sementara harga kebutuhan pokok juga naik. “Kalau kekayaan alam kita benar-benar dikelola untuk rakyat, seharusnya pajak bisa ringan. Tapi kenyataannya, justru rakyat yang terus ditarik,” ungkap seorang warga Jepara saat ditemui Queeensha Jepara.
Harapan ke Depan
Para pengamat menilai, solusi ke depan adalah memperkuat pengelolaan sumber daya alam oleh negara, meningkatkan transparansi kontrak tambang, serta memastikan keuntungan benar-benar masuk ke kas negara. Dengan demikian, pajak tetap penting sebagai kewajiban warga negara, tetapi tidak lagi menjadi satu-satunya penopang utama APBN.
APBN yang bertumpu pada pajak mencerminkan pilihan kebijakan fiskal yang stabil, tetapi juga menunjukkan keterbatasan negara dalam mengelola kekayaan alamnya. Pertanyaan klasik tetap menggema: apakah kekayaan alam benar-benar untuk rakyat, atau masih menjadi rebutan korporasi besar?
***