Notification

×

Iklan

Iklan

Waspadalah, Penjarahan Rumah Pejabat Bisa Kena Hukuman 7 Tahun Penjara

Senin, 01 September 2025 | 08.58 WIB Last Updated 2025-09-01T01:59:22Z

Foto, penjarahan di rumah pejabat DPR RI, Uya Kuya atau Surya Utama.

Queensha.id - Jakarta,


Gelombang aksi massa yang kian meluas belakangan ini menimbulkan kekhawatiran serius. Setelah rumah Ahmad Sahroni, anggota DPR dari Fraksi NasDem di Tanjung Priok, dijarah pada Sabtu (30/8/2025) sore, giliran kediaman Eko Patrio dan Uya Kuya digeruduk massa pada malam harinya. Tidak berhenti di situ, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di kawasan Bintaro juga ikut menjadi sasaran pada Minggu (31/8/2025) dini hari.


Fenomena penjarahan seperti ini kerap muncul saat situasi sosial tidak stabil. Aksi dilakukan secara terbuka, melibatkan banyak orang, dan biasanya memanfaatkan lemahnya pengawasan. Meski sering dianggap sebagai bentuk luapan emosi massa, dalam hukum Indonesia penjarahan tetap digolongkan sebagai tindak pidana berat.



Apa Itu Penjarahan?


Penjarahan adalah tindakan mengambil barang milik orang lain secara paksa dalam situasi kacau, seperti kerusuhan, bencana, atau kondisi darurat lainnya.
Ciri-ciri khas penjarahan antara lain:


  • Terjadi dalam kondisi darurat atau kacau.
  • Dilakukan secara terbuka dan paksa.
  • Melibatkan banyak orang sehingga sulit dikendalikan.


Berbeda dengan pencurian biasa yang dilakukan diam-diam, penjarahan justru berlangsung di hadapan publik, dan dampaknya bukan hanya kerugian materi, tetapi juga memperburuk keadaan sosial serta menimbulkan rasa takut di masyarakat.



Ancaman Hukuman Berat


Menurut Pasal 363 KUHP, penjarahan termasuk pencurian dengan pemberatan dengan ancaman pidana hingga 7 tahun penjara. Namun, dalam kasus tertentu, ancaman hukuman bisa lebih berat bila disertai kekerasan, dilakukan berkelompok, atau mengakibatkan korban luka maupun jiwa.


Mengutip kajian hukum dari Universitas Warmadewa, selain pidana pokok berupa penjara, pelaku juga bisa dijatuhi pidana tambahan, seperti pencabutan hak, perampasan barang, hingga pengumuman putusan hakim.


Meski demikian, hakim tidak serta-merta menjatuhkan vonis hanya berdasarkan pasal. Pertimbangan motif, usia pelaku, hingga kondisi psikologis dapat memengaruhi putusan. Prinsip “tiada hukuman tanpa kesalahan” (no error, no punishment) tetap menjadi acuan.



Dampak Sosial dan Pesan Hukum


Gelombang penjarahan terhadap rumah pejabat negara ini menunjukkan bahwa eskalasi massa dapat dengan cepat berubah menjadi tindak kriminal. Aparat keamanan diharapkan dapat segera meredam situasi agar tidak semakin meluas.


Lebih jauh, masyarakat diingatkan untuk menyampaikan aspirasi dengan cara-cara konstitusional, bukan melalui tindakan anarkis yang justru mengundang jerat hukum berat dan memperburuk keadaan bangsa.


***

×
Berita Terbaru Update