Foto, cuaca panas di jalanan. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Gelombang suhu tinggi tengah melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Selain membuat gerah, cuaca panas ekstrem juga disebut dapat memicu ledakan emosi masyarakat.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu tertinggi mencapai 36,8°C di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kupang (NTT), dan Majalengka (Jawa Barat) pada 12 Oktober 2025. Sehari setelahnya, suhu sedikit menurun menjadi 36,6°C di Sabu Barat (NTT).
Di Kota Surabaya, bahkan suhu sempat menembus 37°C, menjadikan kota itu salah satu wilayah terpanas di Indonesia pekan ini.
Panas Bikin Emosi Naik
Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Marini, S.Psi., M.Psi, menjelaskan bahwa suhu udara yang tinggi memiliki korelasi kuat dengan peningkatan stres dan agresivitas.
“Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketika suhu udara naik, tingkat agresivitas manusia ikut meningkat. Di jalan orang lebih cepat membunyikan klakson, di rumah percakapan kecil bisa berubah jadi perdebatan, dan di tempat kerja suasana cepat memanas bukan karena masalah besar, tapi karena tubuh dan pikiran lelah menghadapi tekanan cuaca,” jelasnya melalui laman resmi UM Surabaya, Kamis (16/10/2025).
Menurut Marini, panas ekstrem membuat energi manusia terbagi dua: sebagian untuk berpikir dan sebagian lagi untuk bertahan dari suhu tinggi. Hal itu berimbas pada penurunan produktivitas, menipisnya kesabaran, dan menurunnya toleransi antarindividu.
“Otak bekerja lebih lambat karena sibuk mengatur suhu tubuh, bukan mengolah emosi. Maka jangan heran kalau pada hari-hari panas, banyak orang merasa ‘tidak seperti dirinya sendiri’,” tambahnya.
Kualitas Tidur Menurun
Selain emosi, panas juga berpengaruh terhadap kualitas tidur malam hari. Tubuh yang terus berkeringat dan otak yang tetap aktif menyebabkan seseorang kesulitan mencapai tidur dalam.
“Tidur yang dangkal membuat seseorang lebih mudah marah, cemas, dan kehilangan motivasi keesokan harinya,” tutur Marini.
Pengendara Motor Juga Rentan Emosi
Menjawab pertanyaan masyarakat terkait perilaku di jalan, Marini mengakui bahwa pengendara motor merupakan kelompok yang paling rentan terpicu emosinya saat cuaca panas.
“Paparan langsung dari sinar matahari membuat tubuh cepat lelah dan dehidrasi ringan bisa terjadi tanpa disadari. Kondisi itu menurunkan kemampuan otak dalam mengendalikan emosi,” ujarnya.
Ia menambahkan, kemacetan dan rasa gerah yang menumpuk bisa membuat pengendara menjadi lebih mudah tersinggung dan reaktif, misalnya cepat marah saat disalip atau menghadapi pengendara lain yang ugal-ugalan.
Tips Menenangkan Diri
Dalam perspektif psikologi, kemampuan beradaptasi terhadap tekanan lingkungan disebut coping. Marini menekankan, coping dalam menghadapi panas ekstrem bukan hanya soal teknis, tapi juga latihan kesadaran diri.
“Kita tidak bisa mengendalikan suhu udara, tetapi kita bisa mengendalikan cara kita meresponsnya,” katanya.
Ia menyarankan masyarakat untuk memperbanyak istirahat, menghindari aktivitas di luar ruangan pada puncak panas, menjaga asupan cairan, dan memberi waktu untuk diam serta menenangkan diri.
“Kadang, diam sebentar di bawah kipas sambil menarik napas panjang jauh lebih menyembuhkan daripada terus berlari di tengah panas dunia yang riuh,” pungkasnya.
***
(Queensha Jepara / 17 Oktober 2025)