Notification

×

Iklan

Iklan

Gaharu: Kayu dari Surga yang Mengharumkan Nama Indonesia Sejak Ribuan Tahun Lalu

Minggu, 26 Oktober 2025 | 14.51 WIB Last Updated 2025-10-26T07:53:03Z

Foto,Kayu Gaharu.

Queensha.id - Edukasi Sosial,


Dalam ajaran Islam, tidak ada benda yang layak disembah selain Allah. Namun, sejumlah riwayat klasik menyebut ada lima benda yang dipercaya turun dari surga: tongkat Nabi Musa, buah tin, cincin Nabi Sulaiman, Hajar Aswad, dan kayu gaharu.


Menariknya, benda terakhir itu—yang disebut Nabi Muhammad SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari—ternyata berasal dari bumi Nusantara. Dalam sabdanya, Rasulullah menyinggung bahwa gaharu kelak akan digunakan penghuni surga.


“Golongan penghuni surga yang pertama kali masuk surga adalah berbentuk rupa pada malam bulan purnama. Nyala perdupaan mereka adalah gaharu.”
(HR. Bukhari)


Hadis tersebut bukan sekadar simbol keharuman surgawi, tetapi juga menjadi pengingat bahwa kekayaan alam Indonesia telah dikenal dunia sejak masa kenabian.



Kayu Sakit yang Harumnya Mahal


Secara ilmiah, gaharu bukanlah pohon biasa. Ia disebut Agarwood, berasal dari pohon Aquilaria yang “sakit”. Aroma wangi yang mewah itu justru muncul karena infeksi jamur atau mikroba pada batang pohon.


Peneliti Ashley Buchanan dalam Daily Jstor menulis bahwa hanya sekitar 7–10% pohon gaharu yang mengalami infeksi alami, membuatnya langka dan bernilai tinggi.


Dari pohon yang tampak sederhana di hutan tropis, lahirlah aroma yang mengisi dupa masjid-masjid di Arab, istana raja, hingga rumah-rumah mewah di Timur Tengah.



Jejak Gaharu Nusantara di Jalur Perdagangan Dunia


Indonesia, terutama wilayah Sumatera, sudah lama dikenal sebagai salah satu sumber gaharu terbaik di dunia.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjadi eksportir gaharu sejak abad ke-7 hingga ke-11 Masehi.


Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya (1996) menulis, gaharu diperdagangkan bersama kapur barus, cendana, dan rempah-rempah. Uniknya, kapur barus juga disebut dalam Al-Qur’an sebagai salah satu aroma penghuni surga.


Artinya, dua tanaman “surga” itu tumbuh subur di tanah Indonesia.


Selain ke pedagang Arab, Lombard menyebut gaharu juga dijual ke pedagang Mesir. Salah satu pembelinya adalah Abu al-Abbas, saudagar kaya raya yang berlayar dari Samudra Hindia membawa gaharu Sumatera dan keramik dari Tiongkok. Setiap kali ia menjual gaharu, kekayaannya disebut berlipat ganda.



Dikenal Hingga Negeri Tiongkok


Arkeolog Slamet Mulyana dalam Sriwijaya (2006) menulis bahwa berita-berita Tiongkok mencatat gaharu sebagai komoditas ekspor dan upeti dari kerajaan-kerajaan Melayu, seperti Pahang dan Kelantan, kepada Kaisar Tiongkok.


Di negeri itu, gaharu telah digunakan untuk ritual keagamaan sejak 1.500 tahun sebelum Masehi.


Dari Sumatera, aroma surgawi itu menempuh perjalanan panjang hingga ke altar-altar kebudayaan Timur.


Penjelajah Portugis Tome Pires juga menuliskan dalam Suma Oriental (1515), banyak pedagang Gujarat (India) datang ke Sumatera Barat, khususnya Pariaman, hanya untuk membeli gaharu.


Setiap tahun, 1–3 kapal besar berlabuh, membawa pulang gaharu yang kemudian dijual kembali ke Jazirah Arab dengan harga fantastis.



Warisan Wangi dari Bumi Surga


Perdagangan gaharu telah berlangsung lebih dari seribu tahun, namun pesonanya belum pudar.


Kini, harga 1 kilogram gaharu berkisar antara US$20.000 hingga US$100.000 atau setara Rp324 juta hingga Rp1,6 miliar.


Di tengah arus modernisasi dan eksploitasi hutan, gaharu tetap menjadi simbol hubungan spiritual antara bumi dan langit dan antara Indonesia dan sejarah dunia Islam.


Dari Sumatera yang hijau hingga Timur Tengah yang gersang, aroma gaharu adalah jejak wangi dari surga yang tumbuh di tanah kita sendiri.


***

Queensha Jepara.
26 Oktober 2025.