Foto, ilustrasi seorang ibu rumah tangga yang lelah melakukan kegiatan sehari-hari. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Dulu, ketika peran rumah tangga lebih sederhana, suami bekerja di luar, sementara istri fokus mengurus rumah. Kini, zaman telah berubah. Baik suami maupun istri sama-sama keluar rumah mencari nafkah. Logikanya, rasa lelah seharusnya juga sama-sama dirasakan. Namun kenyataan sering berkata lain.
Bayangkan, selepas pulang kerja, seorang istri bahkan belum sempat membuka jilbabnya. Ia langsung menuju dapur. Mengambil beras, memasukkannya ke rice cooker, mengeluarkan ikan dari kulkas, merendamnya, lalu menyiapkan sayuran untuk dimasak.
Di sela-sela itu, ia masih sempat masuk kamar untuk mengumpulkan pakaian kotor, memasukkannya ke mesin cuci, menuang sabun, menekan tombol, lalu kembali lagi ke dapur untuk menumis bawang dan menyiapkan lauk.
Sementara itu, apa yang dilakukan suami? Berbaring di sofa sambil memainkan ponsel. Anaknya? Santai di depan TV menonton drama Korea, menunggu sampai makanan terhidang. Baru ketika masakan tersaji, semua bangun. Setelah makan pun, piring kotor hanya dibiarkan di wastafel, tanpa ada satu pun yang tergerak untuk membantu.
Hari-hari seperti inilah yang membuat banyak istri dan ibu seolah menjadi “robot rumah tangga”, bekerja tanpa henti, tanpa ada jeda. Padahal, mereka bukanlah mesin. Mereka juga manusia yang bisa lelah, sakit, dan butuh istirahat.
Pandangan Islam: Membantu Istri adalah Ibadah
Dalam Islam, seorang istri dan ibu tidak dibebani kewajiban sebagai pencari nafkah. Kewajiban utama mencari nafkah berada di pundak suami. Namun, banyak perempuan tetap memilih untuk ikut bekerja demi membantu keuangan keluarga. Di titik inilah, menurut pandangan para ulama, peran suami dan anak menjadi sangat penting.
KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), salah satu ulama kharismatik di Indonesia, pernah mengingatkan bahwa “membantu pekerjaan istri di rumah bukan hanya soal kebaikan, tetapi juga bagian dari akhlak Rasulullah.” Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW dikenal tidak segan membantu istrinya di rumah, bahkan memperbaiki sandalnya sendiri.
Senada dengan itu, KH. Quraish Shihab juga menegaskan bahwa keluarga yang sehat dibangun dengan rasa saling menghormati dan bekerja sama. “Rumah tangga bukanlah arena perlombaan siapa yang paling lelah, melainkan tempat berbagi peran. Suami, istri, dan anak-anak semuanya harus saling menguatkan,” ujar beliau dalam salah satu kajiannya.
Jangan Tunggu Penyesalan
Sering kali, perhatian kepada seorang istri dan ibu baru muncul ketika ia jatuh sakit. Padahal, sebelum itu terjadi, ia sudah menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Jika rumah tangga terus dibiarkan timpang, maka yang paling dirugikan bukan hanya istri, melainkan seluruh keluarga.
Islam mengajarkan keseimbangan, kasih sayang, dan tolong-menolong. Membantu pekerjaan rumah, meskipun sekecil mencuci piring atau membuang sampah, adalah wujud nyata cinta dan rasa hormat.
Pesannya sederhana: jangan menunggu sampai seorang istri sakit untuk menyadari betapa besar jasanya. Jangan biarkan penyesalan datang terlambat.
***