| Foto, seorang perempuan sedang berpikir kenapa semua dilakukan dengan cara berbohong dan berhutang. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Masalah hutang dan kebohongan dalam rumah tangga bukan hanya menyulut konflik emosional antara suami dan istri: di sisi agama, hal ini menyentuh prinsip kejujuran, amanah, dan tanggung jawab. Ketika kepercayaan mulai goyah, langkah-langkah strategis yang baik dari sisi komunikasi, keuangan, maupun spiritual yang menjadi sangat krusial.
Masalah yang Terpendam
Dalam kehidupan berkeluarga, menjadi hal yang cukup sering: salah satu pasangan, dalam banyak kasus sang istri, mengambil keputusan finansial yang mengejutkan atau menyembunyikan hutang-hutang kecil sampai akhirnya menjadi besar. Disertai kebohongan agar terhindar dari pertanyaan, rasa malu, atau traumatisasi dari kegagalan keuangan sebelumnya dan semua ini memperparah ketegangan.
Solusi Praktis: Fase Pemulihan
Untuk mengatasi keadaan seperti ini, ada langkah-langkah yang dapat diambil:
-
Tetap tenang dan komunikasi terbuka
Emosi berapi-api hanya akan memperburuk konflik. Saat bicara, gunakan nada yang empatik, bukan menuduh, dan ungkapkan perasaan Anda: rasanya dikhianati, takut, atau kehilangan rasa aman. -
Cari tahu akar masalah
Kenapa hutang dilakukan diam-diam? Karena takut dihakimi? Karena kurang pengelolaan keuangan? Karena pengaruh lingkungan (iklan, “harus punya barang X”)? Mengetahui penyebabnya memungkinkan solusi yang lebih tuntas. -
Atur keuangan bersama
- Buat anggaran yang disepakati bersama.
- Transparansi pemasukan dan pengeluaran: catat semua hutang & cicilan.
- Evaluasi rutin: mungkin sebulan sekali duduk bareng, cek kondisi keuangan, apakah masih sesuai rencana.
-
Tetapkan batasan yang jelas
Seperti “tidak boleh mengambil hutang pribadi tanpa memberitahu,” atau “barang di atas nominal sekian harus didiskusikan bersama.” -
Berikan ruang dan dukungan
Kebohongan kerap lahir dari rasa takut atau stres. Memberi kesempatan untuk bicara jujur tanpa takut dihakimi dapat membantu membuka jalan ke pemulihan kepercayaan. -
Cari bantuan profesional
Bila dirasa masalahnya sudah sangat dalam (psikologis, trauma, atau kebohongan terus-menerus), konseling perkawinan bisa membantu. Terapis dapat memfasilitasi dialog dan mendeteksi pola-pola yang mungkin tidak tampak dari luar. -
Evaluasi hubungan
Jika sudah banyak upaya tetapi kepercayaan tetap rusak, bisa dipertimbangkan opsi terakhir seperti pisah sementara atau, dalam kasus ekstrem, perceraian. Ini bukan pilihan ringan, dan harus dilakukan setelah mempertimbangkan semua aspek (agama, hukum, emosional, anak-anak).
Pandangan Ulama Terkemuka di Indonesia
Untuk memberikan kerangka spiritual dan etika, berikut ini beberapa pandangan dari ulama dan sumber Islam dalam konteks hutang, kejujuran, dan kepercayaan dalam keluarga:
| Isu | Pandangan Islam / Ulama |
|---|---|
| Hutang | Islam memperbolehkan hutang, tetapi dengan syarat-syarat tertentu: ada keterbukaan, kejelasan kapan harus dilunasi, adanya saksi, pencatatan jika memungkinkan. Ayat Al-Qur’an yang sering dikutip adalah Surat Al-Baqarah ayat 282 (ayat al-mudayana) yang menekankan pencatatan hutang dan kehadiran saksi agar tidak terjadi perselisihan. |
| Kejujuran / Kebohongan | Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam berbagai khutbah dan ajaran menekankan bahwa kejujuran adalah akhlak mulia yang harus dijaga – bukan hanya dalam urusan ibadah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari dan hubungan pribadi. |
| Tanggung jawab moral dan amanah dalam rumah tangga | Pasangan suami istri dalam Islam dianggap sebagai mitra yang harus saling menaruh kepercayaan (amanah) dan berlaku adil. Kejujuran bukan hanya tentang tidak berkata bohong, tetapi juga transparan dalam tindakan, termasuk finansial. |
| Solusi Islam dalam konflik keluarga | Ulama menganjurkan dialog, tobat, saling maaf, serta bimbingan agama jika diperlukan. Bila konflik karena hutang menjadi sangat berat, disarankan agar pihak yang dirugikan melakukan mediasi dengan tokoh agama atau konselor Islami. |
Jadi, masalah hutang dan kebohongan dalam rumah tangga bukanlah aib yang harus disembunyikan—melainkan panggilan untuk bertindak. Islam memberikan kerangka ajaran yang jelas: kejujuran, amanah, dan komitmen untuk memperbaiki. Dengan komunikasi, batasan yang jelas, transparansi keuangan, dan dukungan, banyak rumah tangga bisa memperbaiki keretakan kepercayaan.
Namun, solusi spiritual dan emosional harus berjalan bersamaan. Nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab yang diajarkan ulama bukan hanya sebagai tuntutan agama, tapi sebagai dasar agar hubungan suami istri menjadi sakinah, mawaddah, warahmah yang damai, penuh kasih sayang, dan rahmat Allah.
***