| Foto, logo resmi Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. |
Queensha.id - Kediri,
Polemik tayangan program Xpose Uncensored Trans7 yang tayang pada 13 Oktober 2025 dinilai telah menghina dunia pesantren, khususnya Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Tayangan tersebut menampilkan narasi yang dianggap merendahkan kehidupan santri dan menggeneralisasi pesantren sebagai ruang tertutup, konservatif, bahkan keras. Reaksi keras pun muncul dari kalangan ulama, santri, dan pemerhati pendidikan Islam.
Warisan Keilmuan Sejak 1910
Pondok Pesantren Lirboyo didirikan pada tahun 1910 M oleh K.H. Abdul Karim di Kelurahan Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Pesantren ini merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan terbesar di Indonesia, berafiliasi kuat dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Sebagai pesantren salaf, Lirboyo menekankan pendalaman terhadap kitab kuning dan pembentukan akhlak. Kini pesantren ini diasuh oleh K.H. M. Anwar Manshur, cucu pendiri yang melanjutkan tradisi keilmuan salafiyah.
“Pesantren ini bukan sekadar tempat belajar agama, tapi pusat pembentukan karakter bangsa. Banyak tokoh dan ulama besar lahir dari sini,” tutur salah satu pengajar senior, Minggu (19/10/2025).
Dari Medan Perang ke Medan Ilmu
Sejarah mencatat, santri-santri Lirboyo turut berjuang dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Jiwa nasionalisme itu tumbuh seiring semangat keislaman yang kuat.
Pada tahun 1925 M, Lirboyo mengembangkan sistem pendidikan berjenjang bernama Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, yang hingga kini tetap menjadi pusat kegiatan belajar formal para santri.
“Pesantren salaf seperti Lirboyo justru benteng moral bangsa. Mereka menjaga keikhlasan dan nilai-nilai Islam di tengah arus materialisme,” kata Purnomo Wardoyo, pengamat sosial asal Jepara.
Dituding Dihina, Lirboyo Menjawab dengan Martabat
Program Xpose Uncensored Trans7 menuai kecaman karena dinilai menampilkan citra negatif pesantren tanpa riset yang memadai. Tayangan itu dianggap mencederai reputasi lembaga-lembaga Islam tradisional yang selama ini berperan besar dalam pendidikan dan dakwah.
Purnomo menilai, media semestinya berhati-hati dalam mengangkat isu keagamaan.
“Pesantren bukan sekadar lembaga belajar, tapi tempat bersemainya moral bangsa. Jika media memelintir citra pesantren, sama saja mereka menghina nilai luhur pendidikan nasional,” ujarnya.
Meski begitu, pihak pesantren memilih merespons secara tenang. Para pengasuh dan santri tidak terpancing emosi, melainkan menegaskan bahwa kehormatan pesantren tidak bisa diukur oleh opini publik sesaat.
“Kami diajarkan untuk menjawab fitnah dengan akhlak, bukan dengan amarah,” kata seorang santri senior dari PP HM Mahrusiyyah.
Menjaga Tradisi di Tengah Arus Zaman
Kini, Lirboyo menaungi banyak unit pendidikan, baik putra maupun putri, di antaranya PP HM Mahrusiyyah, PP Salafy Terpadu Ar-Risalah, PP Putri Hidayatul Mubtadiat (P3HM), dan PP Tahfidzil Qur’an.
Di tengah kemajuan teknologi, Lirboyo tetap mempertahankan metode sorogan dan bandongan khas pesantren salaf, sembari menanamkan disiplin, etika, dan keikhlasan dalam belajar.
Tuduhan dan penghinaan terhadap pesantren hanyalah ujian kecil bagi lembaga sebesar Lirboyo. Lebih dari satu abad berdiri, pesantren ini telah membuktikan diri sebagai mercusuar ilmu dan moral bangsa. Seperti pesan bijak para kiai: “Kebenaran tidak butuh pembelaan keras; cukup dengan ilmu dan akhlak, ia akan tegak dengan sendirinya.”
Kediri, 19 Oktober 2025.
***