Foto, salah satu pengisian BBM solar (pengangsu solar) di Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Praktik ilegal penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kembali mencuat di Kabupaten Jepara. Pertamina dan Aparat Penegak Hukum (APH) kini didesak untuk tidak tutup mata atas maraknya kegiatan pengangsu dan penimbunan solar subsidi yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah per bulan.
Investigasi lapangan yang dilakukan tim media Liputandesa.id pada Rabu (15/10/2025) menemukan aktivitas mencurigakan di SPBU Pertamina 48.594.03 Dukuh Duren, Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Jepara. Dua kendaraan jenis Mitsubishi L300 berpelat nomor K 9023 C dan K 9307 FC tertangkap kamera tengah mengisi solar bersubsidi menggunakan puluhan jeriken berkapasitas 30 liter di area SPBU tersebut.
Dari data layar dispenser, tercatat pembelian senilai Rp 1.415.928 dengan volume 208,19 liter solar subsidi berharga Rp 6.800 per liter. Kedua kendaraan itu disebut milik seorang warga berinisial H.E, yang diduga kuat menjadi otak jaringan penimbunan solar subsidi di wilayah Jepara bagian utara.
“Kami cuma disuruh isi, nanti solar ini dibawa ke gudang di Kecapi,” ujar salah satu sopir yang ditemui di lokasi, tanpa mengetahui bahwa aktivitas tersebut tengah direkam jurnalis.
Gudang Kecapi Jadi Pusat Penimbunan
Investigasi berlanjut ke hari berikutnya. Tim media menemukan sebuah gudang di RT 026 RW 05 Desa Kecapi, Kecamatan Tahunan, Jepara, yang diduga menjadi pusat pengumpulan solar subsidi hasil pengangsuan dari sejumlah SPBU.
Beberapa truk tangki kecil dan mobil pikap tampak keluar-masuk area gudang sambil mengangkut jeriken berisi solar.
Warga sekitar mengaku kegiatan tersebut sudah berlangsung lama tanpa pengawasan aparat.
“Semua orang di sini tahu siapa yang main. Tapi kalau rakyat kecil isi jeriken satu saja langsung diusir. Yang besar-besar malah aman,” kata seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Menurut warga, gudang tersebut dikelola oleh kelompok H.E yang dikenal memiliki dua tangki besar bertuliskan “SAE”. Diduga, aktivitas itu mendapat perlindungan dari oknum tertentu, bahkan disebut ada oknum wartawan online yang turut mengawal truk pengangkut solar ilegal di lapangan.
Jaringan Luas, Modus Lama
Sumber dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jepara Watch menegaskan bahwa praktik semacam ini bukan hal baru. Modus operandi mereka adalah membeli solar subsidi menggunakan barcode nelayan atau surat kuasa palsu, lalu menimbunnya di gudang untuk dijual ke industri swasta dan proyek konstruksi besar dengan harga lebih dari Rp 10.000 per liter.
“Ini sudah jadi jaringan lama yang beroperasi di wilayah Kembang, Mlonggo, dan Tahunan. Aparat tahu, tapi tindakannya lambat,” ungkap seorang aktivis LSM.
Keuntungan besar dari selisih harga subsidi dan industri menjadi daya tarik utama bisnis gelap ini. Padahal, praktik tersebut melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelaku dapat dijerat pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 60 miliar.
Selain merugikan negara, gudang penimbunan tanpa izin juga berpotensi memicu kebakaran atau ledakan karena tidak memenuhi standar keselamatan bahan bakar.
SPBU Mengelak, APH Belum Bersikap
Saat dikonfirmasi, operator SPBU 48.594.03 Tubanan yang enggan disebut namanya membantah adanya pelanggaran.
“Kami melayani sesuai aturan, semua pembelian menggunakan barcode nelayan dan surat kuasa resmi. Kalau ada penyalahgunaan, itu tanggung jawab pembeli. Silakan lapor ke aparat,” ujarnya.
Namun hingga berita ini diterbitkan (17/10/2025), belum ada keterangan resmi dari Polres Jepara maupun pihak Pertamina Region Jawa Tengah terkait temuan aktivitas pengangsuan dan penimbunan solar subsidi tersebut.
Desakan Penindakan dan Pengawasan Ketat
Sejumlah aktivis masyarakat kini menuntut APH dan Pertamina segera menindak tegas para pelaku serta menutup gudang penimbunan ilegal di Desa Kecapi.
Mereka menilai lemahnya pengawasan justru memperkuat keberanian jaringan mafia BBM untuk terus beroperasi.
“Kalau aparat tidak bergerak, artinya ada pembiaran. Subsidi untuk rakyat malah dinikmati mafia,” tegas Arif Setiawan, Koordinator Masyarakat Jepara Bersih.
Kasus ini mencerminkan rapuhnya sistem pengawasan distribusi BBM bersubsidi di Jepara.
Publik berharap, penegakan hukum dilakukan secara transparan dan tanpa pandang bulu, agar keadilan benar-benar berpihak pada masyarakat kecil—bukan pada mereka yang bermain di balik jeriken dan tangki solar.
***
Sumber: Liputan Desa.
Reporter: Redaksi Queensha Jepara.
Jepara, 18 Oktober 2025.