Foto, lokasi pengurukan tanah produktif tanpa izin ke kabupaten Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Aktivitas pengurukan tanah produktif tanpa izin di Kabupaten Jepara kembali menuai sorotan publik. Salah satu kasus terbaru ditemukan di wilayah Desa Bandengan, Kecamatan Jepara, di mana aktivitas pengurukan lahan diduga dilakukan tanpa mengantongi izin resmi dari instansi terkait. Praktik tersebut tak hanya mencederai aturan tata ruang, namun juga berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis dan konsekuensi hukum yang serius.
Pelanggaran yang Berpotensi Melawan Hukum
Pemerhati lingkungan sekaligus Ketua DPD Kawali Kabupaten Jepara, Aditya, menyayangkan tindakan tersebut. Ia menilai kegiatan pengurukan tanah produktif tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Jelas bahwa pengurukan tanah tanpa izin ini melanggar Undang-Undang,” tegas Aditya, Minggu (12/10/2025) sore.
“Kita memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur hak dan kewajiban atas tanah di Indonesia,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pelanggaran tersebut tidak bisa dianggap sepele karena berdampak langsung pada keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah.
Tiga Konsekuensi Hukum yang Mengintai
Aditya menjelaskan, ada tiga bentuk sanksi yang dapat menjerat pelaku pengurukan tanah tanpa izin:
- Sanksi Administratif — seperti pencabutan izin atau pembatalan hak atas tanah.
- Sanksi Pidana — berupa denda atau hukuman penjara jika terbukti melanggar dengan sengaja.
- Tindakan Pemulihan — pelaku dapat diminta memulihkan kembali kondisi tanah atau melakukan restorasi lingkungan.
“Kalau lahan tersebut termasuk dalam Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), maka jelas sudah melanggar aturan karena tidak memiliki izin yang sah,” ujarnya.
Minim Respons dari Pemerintah Desa
Aditya mengaku telah mendatangi lokasi dan berkoordinasi dengan perangkat desa Bandengan. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut ataupun penjelasan resmi dari pihak desa.
“Saya sudah datang langsung ke Bandengan, tapi tidak ada tanggapan dari pihak desa, termasuk Petingginya,” ungkap Aditya.
Sementara itu, Petinggi Desa Bandengan, Sumadi, ketika dikonfirmasi oleh awak media melalui pesan WhatsApp pada Senin (13/10/2025), tidak memberikan tanggapan apa pun.
Respons dari Aparat dan Dinas Terkait
Di sisi lain, Kasatpol PP Kabupaten Jepara, Edy Marwoto, menyatakan pihaknya sudah meneruskan laporan tersebut ke dinas yang berwenang.
“Informasi itu sudah kami teruskan ke DKPP, yang memiliki kewenangan terkait LSD,” ujarnya singkat.
Namun, ketika dikonfirmasi lebih lanjut, pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Jepara melalui bagian sarana dan prasarana, Dhofir, juga belum memberikan tanggapan konkret.
“Terima kasih infonya,” ujarnya singkat saat dihubungi media.
Seruan untuk Penegakan Hukum dan Perlindungan Lahan
Aditya mendesak agar Satpol PP dan Dinas Pertanian segera mengambil langkah penegakan aturan. Ia menilai, jika kasus seperti ini terus dibiarkan, maka lahan produktif di Jepara bisa semakin berkurang akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali.
“Kami harap pemerintah bertindak tegas. Ini bukan hanya soal izin, tapi soal masa depan ekosistem dan ketahanan pangan Jepara,” pungkasnya.
Kasus pengurukan tanah tanpa izin di Jepara ini memperlihatkan lemahnya pengawasan tata ruang di tingkat lokal. Jika tidak segera ditindak, bukan hanya hukum yang dilanggar, tapi juga keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat yang akan terancam.
***
Wartawan: Yusron.