Foto, ilustrasi. Seorang remaja mengendarai sepeda motor Honda Scoopy dan Mobil Mitsubishi Pajero sport. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Di zaman sekarang, tak sedikit orang rela berutang demi terlihat sukses. Mobil mewah diparkir di depan rumah kontrakan, sedangkan tabungan di rekening justru menipis. Padahal, di balik kemilau gaya hidup itu, sering kali tersimpan beban cicilan yang panjang dan menyesakkan.
Bayangkan, kamu punya uang Rp20 juta di bank, tapi mengendarai Pajero seharga Rp600 juta yang dicicil tujuh tahun. Orang-orang akan menilaimu “wah”, berkelas, dan mapan. Namun di hati kecilmu, apakah benar kamu merasa kaya?
Sebaliknya, jika kamu punya tabungan Rp600 juta tapi naik motor Scoopy yang sudah lunas, orang-orang mungkin tak menoleh. Tapi hidupmu tenang, tak ada tagihan menunggu, dan tidur pun nyenyak. Lalu, siapa yang sebenarnya lebih kaya?
Pengamat Ekonomi: Banyak Orang Terjebak “Kaya Semu”
Pengamat ekonomi terkemuka Indonesia, Dr. Aria Gunawan, menilai fenomena ini sebagai bentuk false wealth syndrome atau sindrom kekayaan semu.
“Kita sedang hidup di era simbolik. Orang merasa harus terlihat kaya agar dihargai. Padahal kekayaan sejati justru ketika kamu bebas dari tekanan utang dan punya ketenangan finansial,” ujar Aria, Sabtu (4/10/2025).
Menurutnya, banyak orang muda kini menukar masa depan demi citra sesaat. Data Bank Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam kredit konsumtif dalam sepuluh tahun terakhir, terutama untuk pembelian kendaraan dan gaya hidup.
“Mereka membeli waktu dan kenyamanan hari ini dengan cicilan masa depan. Padahal, rasa tenang jauh lebih mahal dari sekadar mobil mahal,” tegasnya.
Dr. Aria menambahkan, orang yang mampu hidup sederhana tapi memiliki cadangan keuangan yang kuat jauh lebih aman secara ekonomi. “Naik motor cash tapi punya tabungan besar lebih rasional daripada punya Pajero tapi tiap bulan dikejar leasing,” katanya sambil tersenyum.
Pandangan Ulama: Kaya yang Sebenarnya Ada di Hati
Sementara itu, ulama terkemuka KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah mengingatkan bahwa makna kaya dalam Islam tidak diukur dari harta benda, melainkan dari rasa cukup (qana’ah).
“Orang kaya bukan yang banyak hartanya, tapi yang hatinya merasa cukup. Kalau kamu sudah merasa cukup, kamu sudah orang paling kaya di dunia,” tutur Gus Mus dalam sebuah pengajian di Rembang.
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan:
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mengajarkan agar manusia tidak hidup dalam gengsi dan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Sebab, yang membuat hidup berharga bukanlah penilaian orang lain, melainkan keberkahan yang dirasakan diri sendiri.
Bahagia Tak Harus Mahal
Pada akhirnya, hidup bukan tentang siapa yang terlihat kaya, tapi siapa yang benar-benar damai.
Naik Scoopy cash tapi punya tabungan ratusan juta mungkin jauh lebih nyaman dibanding Pajero kredit yang cicilannya bikin resah setiap bulan.
Seperti kata pepatah Jawa, “Urip iku sawang sinawang”, hidup itu soal sudut pandang. Maka, daripada sibuk terlihat kaya, lebih baik fokus menjadi tenang dan cukup. Karena sejatinya, kaya bukan soal harta yang dimiliki, tapi hati yang tak lagi iri.
***