Foto, ilustrasi. Edukasi Pendidikan. |
Queensha.id – Jakarta,
Perubahan besar sedang melanda dunia pendidikan. Sekolah kini semakin digital—dari papan tulis yang tergantikan layar sentuh, hingga buku-buku pelajaran yang berpindah ke tablet dan platform daring. Namun, di tengah kemajuan teknologi itu, banyak kalangan mengingatkan agar satu hal tak ikut tergantikan: nilai kemanusiaan.
Digitalisasi memang mempercepat dan mempermudah proses belajar. Namun, tanpa sentuhan hati dan empati, pendidikan hanya akan menjadi transfer data tanpa makna.
“Teknologi bisa mengajar, tapi tidak bisa mendidik. Aplikasi bisa menilai hasil, tapi tidak bisa memahami air mata murid yang gagal. Di sinilah peran manusia yaitu guru, orang tua, dan lingkungan tetap tak tergantikan,” ujar Prof. Rachmat Hidayat, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (21/10/2025).
Menurut Prof. Rachmat, pendidikan sejati tidak hanya tentang kemampuan akademik, tetapi juga tentang pembentukan karakter. Digitalisasi, jika tidak disertai nilai kemanusiaan, berpotensi melahirkan generasi cerdas tetapi kehilangan empati.
“Hubungan antara guru dan murid harus tetap nyata. Sekuat apa pun jaringan internet, ia tidak akan pernah mengalahkan kekuatan empati. Senyuman guru, tatapan hangat, dan ucapan ‘kamu bisa’ karena itulah yang membentuk jiwa anak,” tambahnya.
Ia menegaskan, teknologi seharusnya menjadi alat bantu, bukan pengganti peran manusia dalam pendidikan. Ketika sekolah hanya berfokus pada efisiensi digital tanpa memelihara interaksi sosial, maka makna pendidikan akan kehilangan ruhnya.
“Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Kalau yang tersisa hanya layar dan algoritma, maka sekolah kehilangan jantungnya,” tegas Prof. Rachmat.
Di tengah arus transformasi digital, banyak sekolah di Indonesia mulai mengadopsi sistem smart school dengan penggunaan AI, platform e-learning, hingga asesmen digital berbasis data. Namun, para pakar mengingatkan bahwa kemajuan itu harus berjalan berdampingan dengan nilai-nilai moral, etika, dan kasih sayang.
“Kita boleh maju dalam sistem, tapi jangan mundur dalam kemanusiaan,” tutup Prof. Rachmat dengan nada reflektif.
Sekolah boleh terus maju secara digital, tapi biarkan nilai-nilai kemanusiaan tetap manual yakni ditulis, dirasakan, dan diajarkan dari hati. Karena di era apa pun, pendidikan sejati tetap tentang manusia yang membentuk manusia.
***
Queensha Jepara, 21 Oktober 2025