Notification

×

Iklan

Iklan

Tradisi Buwuh Rokok Sukun di Jepara: Antara Simbol Solidaritas dan Fenomena Sosial yang Unik

Jumat, 17 Oktober 2025 | 09.07 WIB Last Updated 2025-10-17T02:10:56Z

Foto, produk rokok yang sering digunakan untuk uleman di wilayah kabupaten Jepara, (merk Sukun).


Queensha.id - Jepara,


Di Kabupaten Jepara, ada satu tradisi yang masih lestari di tengah perubahan zaman: “buwuh rokok Sukun.” Entah siapa yang pertama kali memulainya, namun kebiasaan ini sudah mendarah daging di berbagai lapisan masyarakat.


Tradisi ini merupakan bagian dari praktik sosial yang dikenal luas dengan istilah buwuh atau buwuhan, yang dalam bahasa modern bisa disamakan dengan “uleman” atau “sumbangan sukarela.” Biasanya dilakukan saat seseorang mengadakan hajatan pernikahan, khitanan, syukuran rumah, hingga acara tahlilan besar.


Yang menarik, sumbangan yang diberikan bukan uang atau barang mahal, melainkan rokok merek Sukun, sebuah merek kretek ternama asal Kudus yang merupakan kota tetangga yang hanya berjarak sekitar 30 kilometer dari Jepara.



Ciri Khas Tradisi Buwuh Rokok Sukun


Ciri utama dari tradisi ini terletak pada identitas merek rokok yang sangat spesifik. Rokok Sukun dianggap memiliki nilai simbolik tersendiri di mata warga Jepara.


“Kalau hajatan tanpa buwuh rokok Sukun, rasanya kurang afdol,” ujar Suparno (47), warga Desa Srobyong, Kecamatan Mlonggo, sambil tertawa kecil.



“Dari dulu ya Sukun. Orang Jepara itu punya kebanggaan tersendiri kalau rokoknya dari Kudus. Mungkin karena sejarahnya panjang, dan aromanya khas,” imbuhnya.


Selain rokok, para tamu juga kerap membawa beras, gula, mi instan, atau amplop berisi uang. Namun, rokok tetap menjadi simbol utama. Biasanya, buwuh rokok ini diserahkan langsung saat datang ke rumah yang punya hajat, seringkali dengan sapaan hangat dan tawa ringan antar tetangga.



Simbol Kebersamaan dan Identitas Sosial


Menurut pengamat sosial asal Jepara, Purnomo Wardoyo, tradisi buwuh rokok mencerminkan nilai-nilai solidaritas masyarakat pesisir utara Jawa yang tinggi.


“Rokok di sini bukan sekadar barang konsumsi, tapi punya makna sosial. Ketika seseorang datang membawa Sukun, itu artinya dia ikut ngrewangi atau membantu dengan caranya sendiri,” terang Purnomo, saat ditemui Queensha Jepara, Kamis (17/10/2025).


Ia menjelaskan bahwa dalam konteks sosial budaya, buwuh rokok menjadi bentuk komunikasi simbolik yang merupakan sebuah cara untuk menjaga hubungan sosial tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.


“Di balik sebatang rokok Sukun itu ada nilai silaturahmi. Orang datang bukan hanya untuk memberi, tapi juga menunjukkan bahwa mereka masih peduli dan terikat dalam jaringan sosial yang sama,” tambahnya.



Tradisi yang Bertahan di Tengah Perubahan


Meski zaman sudah berubah dan kesadaran kesehatan meningkat, tradisi buwuh rokok tetap bertahan. Di beberapa desa, para pemuda kini mulai mengganti buwuhan dengan bentuk lain seperti kopi kemasan atau makanan ringan, namun rokok Sukun masih mendominasi dalam acara-acara besar.


“Sekarang anak muda mulai mikir, kalau rokok kan gak semua orang ngerokok. Tapi ya, kalau di hajatan bapak-bapak, tetep aja yang dibawa Sukun. Udah jadi kebiasaan turun-temurun,” ujar Edi Hartanto (41), warga Kecamatan Tahunan.



Warisan Sosial yang Unik


Purnomo menilai, tradisi ini merupakan warisan sosial yang layak dilestarikan, bukan karena unsur rokoknya, tetapi karena nilai kebersamaan yang terkandung di dalamnya.


“Buwuh rokok Sukun adalah ekspresi lokal dari semangat gotong royong. Kalau dilihat dari kacamata budaya, ini contoh nyata bagaimana masyarakat mengekspresikan solidaritas dengan cara yang sederhana tapi bermakna,” pungkasnya.


***

(Queensha Jepara / 17 Oktober 2025)

×
Berita Terbaru Update