| Foto, dr. Tifa (Tifauzia Tyassuma). |
Queensha.id – Nasional,
Nama Tifauzia Tyassuma, atau yang lebih dikenal sebagai dr. Tifa, kembali menjadi pembicaraan hangat di ruang publik. Dokter, ilmuwan, sekaligus aktivis kesehatan ini bukan hanya dikenal karena rekam jejak akademiknya, tetapi juga karena pandangan kritisnya terhadap berbagai kebijakan negara di mulai dari kesehatan, politik, hingga isu-isu strategis nasional.
Meski lahir dari dunia akademik yang kental dengan data dan kajian ilmiah, perjalanan dr. Tifa di ranah publik justru sarat perdebatan, kontroversi, dan benturan opini.
Akademisi Berprestasi dengan Rekam Jejak Internasional
Dr. Tifa menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan meraih gelar M.Sc di kampus yang sama. Ia kemudian memperdalam keilmuan hingga ke level doktoral pada bidang Epidemiologi Molekuler di Universitas Indonesia (UI). Pengalamannya tidak berhenti di dalam negeri. Ia diketahui pernah menimba ilmu di Pusat Pengetahuan Layanan Kesehatan, Norwegia yang merupakan sebuah lembaga yang merekognisi riset medis serta kebijakan kesehatan modern.
Secara profesional, dr. Tifa juga pernah menjabat sebagai:
- Direktur Eksekutif Center for Clinical Epidemiology & Evidence, RSCM Jakarta (2009)
- Sekretaris Jenderal Indonesian Clinical Epidemiology & Evidence-Based Medicine Network (2010)
Sejak 2017, ia memimpin Ahlina Institute, lembaga yang fokus pada literasi kesehatan, nutrisi, hingga neurosains spiritual.
Produktif Menulis dan Mengkampanyekan Pola Hidup Sehat
Sebagai penulis, dr. Tifa telah menerbitkan dua buku yang sempat mendapat perhatian publik:
- Body Revolution
- Nutrisi Surgawi
Kedua karya tersebut membahas keterkaitan antara nutrisi, tubuh, dan spiritualitas—tema yang kemudian membentuk persona dr. Tifa sebagai aktivis kesehatan alternatif.
Ia juga aktif sebagai pembicara publik, konsultan gizi, hingga pengelola katering makanan sehat.
Figur Kritis di Media Sosial
Ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia, nama dr. Tifa melesat di jagat maya. Ia menjadi salah satu tokoh publik yang paling vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah—mulai dari strategi penanganan pandemi, penggunaan vaksin, hingga transparansi data.
Tidak sedikit pandangannya yang memicu perdebatan keras, khususnya ketika ia menyampaikan opini terkait:
- Vaksin COVID-19
- Kebijakan kesehatan pemerintah
- Kontestasi politik nasional
- Isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo
- Kritik terhadap tokoh politik Ganjar Pranowo
- Prediksi AHY menjadi Presiden 2029–2034
Pendapat-pendapat tersebut menjadikan dirinya sebagai salah satu tokoh paling polarisatif di Indonesia.
Kontroversi Ijazah Jokowi dan Laporan Polisi
Salah satu isu paling ramai terjadi ketika dr. Tifa mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Ia menyoroti sejumlah aspek teknis, seperti format penulisan nama serta keberadaan dokumen penunjang yang menurutnya perlu diuji secara ilmiah oleh ahli forensik dokumen.
Namun pihak UGM secara tegas membantah klaim tersebut. Rektor UGM menyatakan bahwa:
Joko Widodo benar lulusan Fakultas Kehutanan UGM tahun 1985.
Kontroversi tidak berhenti di ranah diskusi. Pada 23 April 2025, dr. Tifa dilaporkan ke kepolisian oleh Organisasi Masyarakat Pemuda Patriot Nusantara bersama Relawan Jokowi. Presiden Jokowi sendiri turut melaporkan dr. Tifa beserta beberapa nama lain, termasuk Roy Suryo dan Rismon Sianipar, ke Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran informasi tidak benar.
Antara Kritik, Sains, dan Kebebasan Berpendapat
Perjalanan Dr. Tifa menunjukkan betapa tipisnya batas antara kritik ilmiah, aktivisme publik, dan potensi pelanggaran hukum di era digital. Di satu sisi, ia membawa latar akademik yang kuat; di sisi lain, berbagai opininya memantik reaksi keras dari pemerintah, pakar, maupun kelompok masyarakat.
Di tengah hiruk pikuk tersebut, publik kini menilai perjalanan dr. Tifa sebagai cerminan dinamika kebebasan berpendapat di Indonesia—yang semakin kompleks, semakin terbuka, namun juga semakin rawan gesekan.
***
Tim Redaksi.