| Foto, membaca berita di google melalui handphone dan membaca buku secara fisik. |
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Fenomena menurunnya minat baca buku fisik semakin terasa beberapa tahun terakhir. Di era digital yang serba cepat, masyarakat dinilai lebih memilih membaca informasi lewat Google, portal berita daring, atau media sosial ketimbang membuka buku. Lalu, apa penyebab utamanya?
Seorang pengamat sosial asal Yogyakarta yang enggan disebutkan namanya menjelaskan bahwa perubahan budaya membaca ini berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat modern akan kepraktisan.
“Ya karena simpel. Kalau cari informasi apa pun di Google itu mudah dan praktis. Yang penting paham memilih media online nasional yang berkualitas, penulisannya benar, dan portalnya memang terpercaya,” ujarnya.
Menurutnya, masyarakat kini lebih mengutamakan informasi cepat, ringkas, dan langsung sampai pada inti persoalan. Google menyediakan hal itu dalam hitungan detik.
Namun ia menambahkan bahwa buku tetap memiliki posisi khusus.
“Tapi ya memang ada bedanya antara buku dengan judul tertentu yang memang tidak ada di Google. Tidak semua pengetahuan bisa ditemui secara gratis di internet,” imbuhnya.
Dengan kata lain, pilihan antara buku dan Google bergantung pada kebutuhan pembaca: apakah sekadar mencari info cepat, atau ingin menggali pengetahuan mendalam yang tersusun sistematis.
Penjualan Buku Menurun, Penulis Merasa Tertantang
Seorang penulis yang pernah meluncurkan buku bertema tertentu (nama disamarkan) mengaku bahwa masa kejayaan buku fisik kini tidak sekuat dulu.
“Ya semenjak ada Google, penjualan buku baik cerita maupun buku edukasi itu menurun drastis. Padahal kami sudah menjual dengan harga murah di bawah rata-rata,” keluhnya.
Ia menilai bahwa persaingan dengan informasi gratis di internet membuat buku sulit bersaing, kecuali memiliki nilai unik atau wawasan yang tidak tersedia di platform digital.
Pandangan Pengamat Sosial Jepara: Purnomo Wardoyo
Pengamat sosial asal Jepara, Purnomo Wardoyo, memberikan pandangan berbeda yang lebih berimbang.
Menurutnya, persoalan bukan sekadar Google melawan buku, melainkan cara masyarakat memaknai pengetahuan.
“Masyarakat sekarang hidup dalam ritme cepat. Google memberikan jawaban instan. Tapi kedalaman berpikir seringkali hanya bisa diperoleh dari buku. Jadi ini bukan tentang memilih salah satu, tapi tentang kemampuan menempatkan keduanya sesuai kebutuhan,” jelas Purnomo, Selasa (25/11/2025).
Ia menegaskan bahwa jika masyarakat terlalu bergantung pada informasi instan, maka pemahaman mendalam mereka akan menurun. Sebaliknya, jika hanya membaca buku tanpa memanfaatkan teknologi, pembaruan informasi juga bisa ketinggalan.
“Idealnya, masyarakat mampu menggabungkan dua sumber ini. Google untuk akses cepat, buku untuk penguatan konsep dan pemikiran jangka panjang,” tambahnya.
Menurut Pandangan Kami: Keseimbangan adalah Kuncinya
Dalam konteks modern, Google dan buku bukan dua entitas yang saling menghapus. Keduanya saling melengkapi.
- Google menawarkan kecepatan, kemudahan, dan akses luas.
- Buku menawarkan kedalaman, struktur berpikir, serta kualitas pengetahuan yang sudah dikurasi.
Pembaca hanya perlu menyesuaikan medium dengan kebutuhan:
- Jika butuh definisi atau berita cepat → Google
- Jika butuh pemahaman mendalam, teori, atau pengembangan diri → Buku
Pada akhirnya, minat baca bukan ditentukan oleh media, tetapi oleh kesadaran masyarakat untuk terus belajar, apa pun mediumnya.
***
Tim Redaksi.