Notification

×

Iklan

Iklan

Nasib Seni Ukir Jepara: Pemuda Berbondong-Bondong ke Pabrik, Perajin Tradisional Kian Terpinggirkan

Rabu, 19 November 2025 | 08.24 WIB Last Updated 2025-11-19T01:25:14Z

Foto, buruh pabrik di Jepara.


Queensha.id - Jepara,


Di tengah gempuran perkembangan industri dan kemudahan bekerja di pabrik, seni ukir Jepara yang selama puluhan tahun menjadi identitas daerah kini berada di titik kritis. Di berbagai desa sentra ukir, jumlah pengukir muda kian merosot. Pekerjaan yang dulu menjadi kebanggaan keluarga kini mulai ditinggalkan demi pendapatan yang lebih pasti.


Sukarno (48), perajin ukir senior dari Kabupaten Jepara yang telah menekuni profesinya sejak 1992, tak bisa menyembunyikan keprihatinannya. Baginya, perubahan zaman terasa begitu cepat hingga menyisakan ruang sempit bagi perajin tradisional.


“Sekarang sudah jarang yang mau ukir. Banyak yang bilang lebih baik kerja di pabrik, gajinya pasti daripada mengukir,” ujarnya saat ditemui Jumat (7/11/2025).


Ia mengenang masa kecilnya ketika hampir setiap rumah di lingkungannya memiliki pengukir. Kini, tinggal segelintir saja yang bertahan, termasuk dirinya.



Perajin Tradisional Tersudut Produk Mesin


Sukarno mengakui, tantangan terbesar bukan hanya minimnya minat generasi muda, tetapi juga semakin kuatnya persaingan dari perusahaan mebel besar yang memproduksi ukiran dengan mesin modern.


“Mau jual mahal, gak laku. Kalau disamakan sama harga pabrikan, gak cukup buat biaya operasional,” keluhnya.


Meski demikian, pesanan ukiran tradisional masih ada, meski tak seramai dulu. Sukarno mengaku beberapa kali mengirim pesanan ke berbagai daerah, mulai dari Purwodadi, Jakarta, Sukoharjo, Malang, Kediri, bahkan hingga Sumatera.



Generasi Muda Memilih Gaji Pasti


Angga (28), pemuda asal Donorojo, menjadi satu dari ribuan anak muda Jepara yang memilih bekerja di pabrik. Baginya, keputusan itu bukan soal meninggalkan tradisi, melainkan soal bertahan hidup.


“Bukan karena saya tidak bangga dengan seni ukir Jepara, tapi hasilnya kurang pasti,” ujarnya.


Dengan gaji tetap, jaminan kerja, dan jam kerja teratur, Angga merasa lebih aman berkat tanggung jawab menafkahi keluarga.


“Kalau ke depan ukir bisa lebih dihargai dan pendapatannya stabil, tentu saya ingin kembali. Ukir itu tradisi kita. Tapi untuk sekarang, saya harus memilih yang paling aman,” tambahnya.



Pemkab Jepara Siapkan Pengukir Milenial


Pemerintah Kabupaten Jepara menyadari situasi ini dan mulai mengambil langkah strategis. Bupati Jepara, Witiarso Utomo, menegaskan bahwa seni ukir merupakan warisan bernilai tinggi yang harus dilestarikan.


“Mebel dan ukir bukan hanya produk, tapi karya seni. Pengukir milenial dari kalangan muda kita siapkan untuk belajar, berkreasi, dan membawa seni ukir Jepara ke tingkat lebih tinggi,” ujar Witiarso.


Upaya itu dilakukan melalui pelatihan, pendampingan, dan penciptaan ruang kreatif bagi generasi muda agar ukiran tradisional tetap memiliki masa depan.


***

(Tim Redaksi Queensha Jepara)