| Foto, lokasi proyek pembangunan jaringan irigasi yang dilakukan oleh (BBWS). |
Queensha.id – Jepara,
Sejumlah kegiatan peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang dilaksanakan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana pada tahun 2025 mulai menjadi sorotan publik di Kabupaten Jepara. Proyek bernilai puluhan miliar rupiah itu dinilai belum sepenuhnya berjalan maksimal, bahkan menuai tanda tanya terkait kejelasan nama sungai dan kualitas pengerjaannya.
Sebelumnya, BBWS Pemali Juana telah beberapa kali berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Jepara. Salah satunya pada 23 Oktober 2024, ketika Kepala Bidang PJSA BBWS Pemali Juana, Fikri Abdurrahman, bersama jajaran staf bertemu dengan Pj Bupati Jepara saat itu, Edy Supriyanta, serta jajaran Dinas PUPR.
Proyek Bernilai Puluhan Miliar, Output Belasan Kilometer
Berdasarkan dokumen Uraian Singkat Peningkatan dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Utama Kewenangan Daerah BBWS Pemali Juana (INPRES Tahap III), proyek ini merupakan bagian dari program Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Proyek tersebut ditujukan untuk mendukung pengelolaan dan swasembada air nasional melalui pengembangan jaringan irigasi permukaan, rawa, hingga irigasi non-padi.
Dengan alokasi anggaran Rp 54,9 miliar, waktu pelaksanaan hanya 3 bulan, dan capaian output sekitar 25,9 km serta outcome di area layanan seluas 1.122,53 hektare.
Hal ini disampaikan oleh Ahmad Ni’am (45) dari Lingkar Studi Kebijakan Desa (Laskar Desa) kepada Queensha.id pada Rabu (19/11/2025) sore.
Nama Sungai Dipersoalkan Warga
Mengacu pada data SPSE 12 Agustus 2025, proyek ini merupakan pengadaan pekerjaan konstruksi dengan metode penunjukan langsung. Lokasinya tersebar di sembilan kabupaten, termasuk Jepara.
Ni’am menyoroti temuan menarik di lapangan, khususnya terkait tiga sungai yang disebut sebagai lokus utama di Jepara yaitu Sungai Clering, Kedowo, dan Les Kintelan.
“Yang menjadi pertanyaan adalah, ketiga sungai tersebut asing di tengah masyarakat. Misalnya lokasi pekerjaan irigasi di antara Desa Wanusobo–Surodadi yang biasa disebut warga sebagai sungai Kedung Bule. Saya sendiri baru tahu kalau sungai itu namanya Les Kintelan,” ujar Ni’am.
Pernyataan ini diperkuat oleh Petinggi Desa Sowan Lor, Muhammad Hardiyanto, yang mengatakan masyarakat setempat memang menyebut aliran tersebut sebagai Sungai Kedung Bule.
Sementara itu, Petinggi Desa Surodadi, Zainul Ikhsan, justru memberikan jawaban berbeda.
“Saya kok baru tahu kalau sungai itu namanya Les Kintelan. Tidak tahu pastinya,” ujarnya.
Perbedaan ini menimbulkan dugaan bahwa ada ketidaksesuaian nomenklatur sungai yang dicantumkan dalam dokumen proyek dengan penyebutan lokal masyarakat.
Dikritik: Pekerjaan Diduga Asal-Asalan
Selain persoalan nama sungai, Ni’am juga menilai kualitas pekerjaan di lokasi tersebut cenderung tidak rapi.
“Ada pengecoran yang tidak diberi lapisan plastik. Seharusnya tanah dilapisi plastik dulu, baru dipapanisasi, lalu cor. Kalau proyek skala nasional tidak diawasi dengan ketat, hasilnya dikhawatirkan jauh dari maksimal,” tegasnya.
Ia berharap pihak pengawas lapangan, baik dari BBWS maupun DPUPR Jepara, dapat lebih serius memastikan kualitas pekerjaan.
Pihak Terkait Belum Memberi Penjelasan
Saat dikonfirmasi mengenai kejelasan nama sungai dan dugaan pengerjaan yang tidak sesuai standar, perwakilan BBWS Pemali Juana, melalui Direksi SDW 2, Dwi Purnomo, belum memberikan respons.
Hal yang sama juga terjadi pada pihak Bidang Pengairan DPUPR Jepara. Sekretaris Dinas, Budi, hanya memberikan jawaban singkat, “Siap, terima kasih informasinya, akan kami sampaikan ke bidang pengairan, " ungkapnya.
Hingga berita ini ditayangkan, kedua pihak belum memberikan penjelasan lebih rinci mengenai proyek tersebut.
***
Wartawan: Yusron.