Notification

×

Iklan

Iklan

Warga Ngetuk Jepara Terganggu Wabah Lalat: Janji Pengusaha Kandang Ayam Dinilai Hanya Omong Kosong

Jumat, 21 November 2025 | 18.38 WIB Last Updated 2025-11-21T11:46:19Z

Foto, tiga tempat dari 7 tempat peternakan ayam pedaging di dukuh Sumber, Desa Ngetuk, kecamatan Nalumsari, Jepara pada Jum'at (21/11/2025).


Queensha.id – Jepara,


Warga Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Jepara kembali menghadapi serangan lalat dalam jumlah besar. Kondisi yang sempat mereda kini muncul lagi dan bahkan disebut lebih parah. Semua jari kembali menunjuk ke aktivitas peternakan ayam dekat permukiman yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari rumah warga.


Di dekat area makam Tosari, salah satu kandang ayam bahkan berdiri tiga lantai, jaraknya sangat dekat dengan rumah penduduk. Bagi warga, fenomena ini bukan sekadar gangguan, tetapi sudah masuk kategori ancaman kesehatan dan kenyamanan hidup.



Pernah Dimediasi, Pernah Disepakati Tapi Puluhan Janji Itu Gagal Ditepati


Sekitar 1,5 tahun lalu, warga pernah mengalami wabah lalat yang ekstrem. Masalah tersebut kemudian memaksa seluruh pihak duduk bersama: warga, RT/RW, perangkat desa, Petinggi, BPD, Kepolisian, hingga TNI. Mediasi berlangsung alot, tetapi menghasilkan satu kesepakatan penting: pengusaha kandang ayam siap memperbaiki sistem pengelolaan kotoran dan operasional kandang.


Namun kenyataan hari ini menunjukkan yang sebaliknya.


Warga menilai janji perbaikan hanya sebatas kata-kata tanpa tindakan nyata. Ledakan populasi lalat kembali terjadi, merambat dari Dukuh Sumber, Dukuh Pojok, hingga ke rumah-rumah warga di radius dua kilometer.


Keluhan Warga: Lalat Masuk Rumah, Masuk Kamar Terus Sampai Kapan?


Pak Sumarsi, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi kandang, menceritakan bagaimana pegawai kandang hanya memberikan kertas berlem lalat dan menyuruh warga mengambilnya melalui ketua RT.


“Kalau masuk rumah dan kamar itu sangat mengganggu sekali. Sampai kapan ini?” keluhnya.


Warga lainnya juga mengungkapkan kondisi serupa. Mereka mengatakan bahwa musim hujan memperparah keadaan. Buah-buahan busuk di kebun bercampur bau menyengat kotoran ayam, menjadi magnet lalat dalam jumlah besar.


“Ya memang rajin dibersihkan, tapi ya terus piye meneh,” ujar salah seorang warga pasrah.



Bertahun-tahun Beroperasi, Tapi Pengelolaan Tak Mengikuti Standar


Usaha kandang ayam di Desa Ngetuk sudah berdiri sekitar enam tahun. Data dari warga menunjukkan keberadaan lima kandang di Dukuh Sumber dan dua kandang di Dukuh Pojok. Dalam satu minggu, kotoran ayam pedaging diangkut 1–2 truk—namun belum cukup untuk menekan ledakan lalat.


Warga pun kembali menuntut penerapan sistem berambut kayu sebagai tatakan ayam agar pembuangan limbah lebih teratur dan tidak memicu koloni lalat.



Investigasi: Tidak Ada Perjanjian Tertulis


Temuan investigatif Queensha.id mengungkap fakta penting:
Tidak ada perjanjian hitam di atas putih antara pengusaha kandang dan pemerintah desa. Semua kesepakatan hanya dilakukan secara lisan antara Petinggi Desa dan pihak pengusaha.


Tak heran jika warga merasa dikhianati.


Ketiadaan dokumen resmi membuat setiap janji sulit dipertanggungjawabkan, dan warga kembali menjadi korban kondisi yang berulang.



Petinggi Desa Dinilai Abai


Petinggi Desa Ngetuk disebut hanya memberikan janji berulang tentang perbaikan pengelolaan kandang ayam. Hingga kini tidak ada langkah nyata yang dirasakan warga.


Dalam laporan sebelumnya berjudul “Warga Ngetuk Kepung Lalat, Grib Jaya Jepara Akan Bawa Masalah Kandang Ayam ke Anggota DPR RI”, Bupati Jepara Witiarso Utomo telah merespons dan menyatakan siap menindaklanjuti persoalan ini.


Namun warga berharap tindakan tegas turun lebih cepat.



Warga Minta Kepastian, Bukan Janji


Bagi warga Ngetuk, masalah lalat ini sudah bukan sekadar gangguan sementara. Serbuan lalat masuk rumah, menempel di makanan, bahkan masuk kamar, membuat aktivitas harian terganggu dan kesehatan terancam.


Warga mendesak pengusaha kandang ayam dan pemerintah desa untuk:


  • Menandatangani perjanjian resmi
  • Memperbaiki sistem limbah
  • Menggunakan berambut kayu
  • Menjaga jarak aman dari permukiman
  • Transparan soal pengelolaan kandang


Bagi warga, hidup nyaman adalah hak dasar. Dan hak itu tidak boleh dikorbankan hanya karena kelalaian sebuah usaha peternakan.


***