| Foto, ilustrasi seorang kepala Desa atau Petinggi Desa menerima bantuan dana. |
Queensha.id – Jepara,
Desa Blingoh, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara mendadak menjadi sorotan setelah menempati peringkat pertama penerima Bantuan Keuangan Provinsi (Bankeu Prov) dalam Anggaran Perubahan Tahun 2025. Desa ini mendapat alokasi empat titik kegiatan, terdiri dari tiga titik pengaspalan jalan desa dan satu titik talud/sender, masing-masing senilai Rp200 juta.
Totalnya, Desa Blingoh menerima Rp800 juta. Jumlah tersebut menjadikannya penerima anggaran terbesar untuk kategori desa di Jepara.
Desa Banyumanis Menyusul di Posisi Kedua
Di urutan berikutnya terdapat Desa Banyumanis, juga di Kecamatan Donorojo, yang mendapatkan dua titik pengaspalan, masing-masing bernilai Rp200 juta. Dengan demikian, Donorojo mengumpulkan total Rp1 miliar lebih hanya dari dua desa tersebut.
Data itu bersumber dari Draf Daftar Alokasi Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa – Perubahan Banprov APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2025, yang diterima Queensha.id.
Informasi tersebut turut disampaikan oleh Ahmad Ni’am (45) dari Lingkar Studi Kebijakan Desa (Laskar Desa) kepada Queensha.id pada Kamis (21/11/2025).
Laskar Desa: Aneh, Satu Desa Bisa Dapat Empat Titik. Ada Apa?
Ahmad Ni’am menyatakan ada sejumlah kejanggalan yang perlu mendapat perhatian publik. Salah satunya adalah fakta bahwa Desa Blingoh menerima empat titik sekaligus yang mengartikan bahwa angka yang jauh di atas mayoritas desa lainnya.
“Desa Blingoh, satu desa kok mendapatkan empat titik sekaligus? Ada apa, dan ada peran siapa di desa tersebut? Rasa penasarannya semakin menjadi-jadi,” ujar Ni’am, Kamis (21/11/2025).
Laskar Desa juga mempertanyakan dominasi desa-desa di wilayah utara Jepara dalam daftar penerima Bankeu Prov, sementara desa-desa di wilayah tengah hingga selatan terlihat jauh lebih sedikit mendapatkan alokasi.
“Kenapa mayoritas desa bagian utara lebih dominan dapat Bankeu Prov? Ada apa dengan pemerataannya?” tanya Ni’am.
Ia menegaskan, pihaknya siap menerjunkan tim khusus untuk mengawal penggunaan anggaran tersebut di lapangan bila diperlukan.
“Tapi nanti dulu. Kita melihat, mencermati, lalu bergerak. Yang pasti kita dokumentasikan dan catat semuanya,” tegasnya.
Harapan Pemerataan Pembangunan: Jangan Sampai Terulang Tahun Depan
Ni’am juga mengingatkan bahwa ketimpangan alokasi anggaran seperti ini dapat menciptakan kesenjangan dan potensi kecemburuan antar wilayah.
“Kami berharap kejadian seperti ini jangan terulang. Pembangunan harus adil dan tidak boleh karena ini dan itu,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa prinsip “mlaku bareng, mbangun bareng” harus dipegang teguh agar proses pembangunan di Jepara tidak tercoreng oleh kedekatan pihak tertentu atau praktik pilih kasih.
Respons Petinggi Desa Blingoh: Masih Tahap Pengajuan Pencairan
Saat dikonfirmasi, Giyarno, Petinggi Desa Blingoh, membenarkan bahwa desanya memperoleh empat titik kegiatan.
“Maaf ya, baru sibuk. Ada tiga titik aspal dan satu titik senderan. Semuanya masih tahap pengajuan pencairan ke PU, dan hari ini kami menunggu tanda tangan dari Camat Donorojo,” jelasnya.
Giyarno menegaskan total nilai kegiatan mencapai Rp800 juta, sesuai alokasi dari provinsi.
Petinggi Banyumanis Juga Membenarkan
Konfirmasi melalui WA dengan Subandrio, Petinggi Desa Banyumanis, menguatkan data bahwa desanya menerima dua titik bantuan pengaspalan.
“Benar, Banyumanis mendapat dua titik dari bantuan provinsi. Per titik Rp200 juta. Sekarang masih proses verifikasi RAB di PU, sama seperti desa lainnya di Jepara,” ujarnya.
Pemerataan Jadi Pekerjaan Rumah Besar
Temuan dan pertanyaan dari Laskar Desa membuka kembali diskusi lama: apakah distribusi anggaran provinsi sudah benar-benar adil? Mengapa ada desa yang mendapatkan empat titik, sementara banyak desa lain bahkan tidak tersentuh?
Di tengah upaya pemerintah mendorong akselerasi pembangunan desa, transparansi dan pemerataan anggaran menjadi tuntutan yang tak bisa dihindari.
***
Wartawan: Yusron.