Notification

×

Iklan

Iklan

Warga Sinanggul Jepara Gotong Royong Perbaiki Infrastruktur Tanpa Dana Desa, Publik Jepara Geram: Molor Koyo Karet!

Jumat, 28 November 2025 | 17.01 WIB Last Updated 2025-11-28T10:02:32Z
Foto, tangkap layar dari unggahan video yang beredar luas di media sosial wilayah kabupaten Jepara. Sumber: akun Facebook Al Kays Kays.



Queensha.id – Jepara,


Sebuah unggahan di Facebook pada Jumat (28/11/2025) menggemparkan publik Jepara. Video yang diunggah akun Al Kays Kays menampilkan aksi gotong royong warga RW 07 dan RW 08 Desa Sinanggul, Kecamatan Mlonggo, yang memilih memperbaiki infrastruktur secara mandiri karena merasa terlalu lama menunggu bantuan dari pemerintah desa.


Dalam video tersebut, tampak puluhan warga, termasuk para Ketua RT, turun langsung memperbaiki jalan dan kerusakan lain menggunakan peralatan seadanya. Unggahan itu disertai caption yang penuh nada kekecewaan:



"Gak usah nunggu bantuan kakean proses molor koyo karet... guyup rukun warga RW 07/08 Sinanggul."




Unggahan ini langsung memantik perdebatan panas dan kritik tajam terhadap transparansi pengelolaan Dana Desa Sinanggul.




Swadaya 30 Sak Semen: Warga Bergerak Tanpa Menunggu Pemerintah

Dalam narasi video, terdengar suara seorang warga yang menegaskan bahwa kerja bakti tersebut murni dilakukan dari hasil swadaya masyarakat.


"Lho warga RW 7 karo RW 8 Desa Sinanggul Mlonggo Jepara mamulo iso kerja bakti walaupun orak entok bantuan ko desa, entok semen 30 sak mamulo iso golek dewe."




Video juga memperlihatkan para petinggi RW dan RT ikut memegang molen (pengaduk adonan semen), menandakan bahwa kegiatan ini dilakukan secara total oleh warga tanpa dukungan anggaran desa.


Narasi utama dalam video itu juga terdengar penuh nada sindiran:


"Iki loh warga RW 7 dan RW 8 mamulo iso kerja bakti walaupun orak entuk bantuan Seko ndeso… Iki loh semene kae, entok semen 30 sak mamulo iso golek. Iki loh RW ne nyekel molen, iku RT ne," ucap seseorang warga Desa Sinanggul yang berada di lokasi pembangunan.



Aksi ini pun menjadi simbol rasa frustasi masyarakat terhadap lambatnya respons pemerintahan desa yang dianggap tidak sigap menangani kerusakan infrastruktur.




Netizen Geram: Dana Desa Untuk Apa Saja?


Komentar warganet langsung membludak. Banyak yang mempertanyakan alokasi Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.


Abdul Jalil, salah satu kontributor populer, menulis:


"Dana desa sinanggul itu untuk membangun apa siih... kok jembatan rusak sudah bertahun tahun dibiarkan saja," ucapnya.



Sementara Nur Akhsan mempertanyakan transparansi anggaran:


"Dana desa masih utuh?"



Tak Sedikit Pula yang Menyindir dengan Kreativitas Pedas.


Samuri berkomentar:


"Bar kui gaekno plakat sko semen ben koyo proyek2 trus tulis 'bukan dana desa tp dana swadaya warga', ojo lali ditulis sisan anggarane sesuai seng disemen."




Ada pula warga yang mengapresiasi semangat gotong royong:


“Salut sama gotong royong wargane.” – Lil'ik Setyo Wibowo




Namun, kritik paling menohok datang dari Anggit-Hidayat Putra Baden Powell, yang menyoroti lemahnya kepemimpinan:


"Rakyat idaman pemerintah, petingginr guya guyu dwe rakyat demenakno."
(Rakyat idaman pemerintah, pejabatnya tertawa sendiri sementara rakyat dibiarkan berjuang sendiri.)





Cermin Buram Birokrasi Desa


Aksi swadaya besar-besaran warga Sinanggul ini menjadi sorotan karena dianggap sebagai bukti lemahnya birokrasi desa dalam respons terhadap kebutuhan publik. Banyak pihak menilai, gotong royong seperti ini memang membanggakan, tetapi tidak seharusnya terjadi karena tanggung jawab perbaikan infrastruktur adalah kewajiban pemerintah desa melalui Dana Desa.


Kisah ini menegaskan satu hal:
kemandirian warga tidak boleh menutupi kelalaian birokrasi.


Pertanyaan besar kini menggantung di benak publik Jepara:


Siapa yang bertanggung jawab atas lambannya pengelolaan Dana Desa Sinanggul?


Dan kapan transparansi anggaran desa benar-benar akan dijalankan?


***
Sumber: Akun Facebook.