Notification

×

Iklan

Iklan

Lapis Pepe, Kue Warna-Warni yang Menyimpan Filosofi Hidup Orang Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 19.43 WIB Last Updated 2025-12-15T12:44:43Z
Foto, kue Lapis Pepe asal Betawi, Jakarta.

Queensha.id - Kuliner Nusantara,


Di tengah gempuran dessert modern dan camilan instan, Lapis Pepe tetap bertahan sebagai kue tradisional Betawi yang tak sekadar memanjakan lidah, tetapi juga menyimpan makna budaya yang dalam. Teksturnya kenyal, rasanya manis-gurih, dan tampilannya berlapis warna cerah—seolah menjadi pengingat bahwa kehidupan manusia pun tersusun dari banyak tahap.


Lapis Pepe dibuat dari bahan sederhana: tepung beras, tepung tapioka atau sagu, santan, dan gula. Namun dari kesederhanaan itulah lahir kue kukus berlapis-lapis yang menjadi ikon dalam berbagai hajatan masyarakat Betawi, mulai dari pernikahan hingga acara syukuran.


Berbeda dengan kue lapis beras biasa, Lapis Pepe memiliki tekstur lebih elastis dan lembut, berkat penggunaan tepung sagu atau tapioka yang lebih dominan. Setiap lapisannya dikukus satu per satu, membutuhkan kesabaran dan ketelatenan karena memiliki nilai yang juga dijunjung tinggi dalam budaya Betawi.



Simbol Kehidupan dalam Setiap Lapisan


Bagi masyarakat Betawi, Lapis Pepe bukan sekadar panganan. Kue ini kerap dimaknai sebagai simbol perjalanan hidup manusia. Ada yang menafsirkan setiap warna sebagai fase kehidupan—dari rahim, dunia, hingga alam akhir. Ada pula yang memaknainya sebagai lambang eratnya persaudaraan, karena lapisan-lapisan itu melekat kuat dan tak mudah dipisahkan.


Tak heran jika Lapis Pepe hampir selalu hadir dalam acara penting. Kehadirannya dipercaya membawa doa baik: kehidupan yang manis, rezeki yang berlapis, dan hubungan keluarga yang lengket seperti teksturnya.



Cara Menikmati yang Tak Biasa


Menikmati Lapis Pepe pun punya caranya sendiri. Kue ini biasanya dipotong memanjang dan dimakan selapis demi selapis, bukan langsung digigit sekaligus. Tradisi kecil ini seakan mengajarkan untuk menikmati hidup secara perlahan.


Disajikan bersama teh atau kopi hangat, Lapis Pepe menjadi teman sore yang sederhana namun sarat nostalgia—terutama bagi mereka yang tumbuh besar dengan jajanan pasar.



Resep Jadul yang Tetap Digemari


Di tengah tren kuliner kekinian, resep Lapis Pepe jadul masih banyak dicari. Salah satunya versi lembut berbahan tepung beras yang mempertahankan teknik klasik: santan direbus perlahan bersama daun pandan dan jeruk, adonan disaring agar halus, lalu dikukus berlapis dengan jeda waktu yang presisi.


Prosesnya memang tidak instan. Namun justru di situlah nilai Lapis Pepe berada—kue yang mengajarkan bahwa sesuatu yang baik membutuhkan waktu, ketelatenan, dan kesabaran.


Di era serba cepat, Lapis Pepe hadir sebagai pengingat: warisan rasa dan makna tak pernah lekang oleh zaman.


***

Tim Redaksi Queensha Jepara.