| Foto, umat Islam sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. |
Queensha.id - Edukasi Islami,
Banyak umat Islam di Indonesia tumbuh dalam tradisi membaca Al-Qur’an sejak kecil, bahkan sebelum memahami arti setiap ayatnya. Pertanyaannya kemudian muncul: Mengapa Islam tetap menganjurkan membaca Al-Qur’an meski seseorang belum memahami maknanya? Beragam pandangan ulama dan dalil keagamaan memberikan penjelasan mendalam terkait hal ini.
Anjuran dalam Islam: Membaca Al-Qur’an adalah Ibadah Tersendiri
Dalam ajaran Islam, membaca Al-Qur’an bukan hanya kegiatan intelektual, tapi juga ibadah yang bernilai pahala. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi menegaskan:
“Barang siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh.”
Hadis ini menunjukkan bahwa membaca huruf demi huruf, bahkan tanpa memahami maknanya, sudah menjadi amal saleh.
Islam memandang interaksi dengan Al-Qur’an sebagai bentuk pengagungan terhadap wahyu Allah. Karena itu, para ulama menjelaskan bahwa ada tiga tingkatan ibadah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an:
- Tilawah (membaca)
- Tadabbur (merenungi makna)
- Tahfidz & pengamalan (menghafal dan menerapkan)
Tilawah menjadi gerbang pertama sebelum seseorang naik pada tingkatan berikutnya.
Menurut Ulama: Bacaan Tanpa Paham Tetap Bernilai, Tapi Memahami Lebih Utama
1. Pandangan Imam Nawawi
Dalam kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an, Imam Nawawi menyebut:
“Membaca Al-Qur’an tetap menjadi ibadah meski tidak memahami arti, namun dianjurkan untuk belajar maknanya secara bertahap.”
Artinya, membaca tanpa paham tidak menghilangkan nilainya sebagai ibadah.
2. Pandangan Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi (Mesir)
Syaikh Sya’rawi menyatakan bahwa:
“Huruf-huruf Al-Qur’an mengandung keberkahan yang Allah turunkan langsung. Ketika dibaca, keberkahannya hadir meskipun maknanya belum dipahami.”
Ia menekankan aspek spiritual Qur’an yang melampaui proses intelektual.
Pandangan Ulama Indonesia: Tradisi Tilawah Menjadi Gerbang Pemahaman
KH. M. Quraish Shihab
Cendekiawan Muslim Indonesia ini menekankan bahwa membaca Al-Qur’an adalah langkah awal menuju pemahaman:
“Tilawah melatih kedekatan emosional dengan Al-Qur’an. Setelah dekat, barulah seseorang terdorong untuk memahami isi dan pesannya.”
Menurutnya, membaca tanpa memahami tetap bermanfaat karena membangun hubungan spiritual dengan wahyu.
KH. Ma’ruf Amin
Wakil Presiden RI yang juga seorang ulama fiqih menyebut:
“Bagi masyarakat yang belum mampu memahami makna, membaca tetap ibadah. Namun kewajiban belajar isi Al-Qur’an berlaku sesuai kemampuan.”
Ini sejalan dengan prinsip la yukallifullahu nafsan illa wus’aha karena agama tidak membebani di luar kemampuan.
Habib Luthfi bin Yahya
Habib Luthfi menegaskan bahwa Al-Qur’an membawa nur (cahaya), dan cahaya itu hadir saat seseorang membaca ayatnya:
“Jangankan memahami makna, menyentuh mushaf saja mendatangkan rahmat. Apalagi membacanya.”
Mengapa Banyak Muslim Membaca Tanpa Tahu Artinya? Ini Latar Budayanya
Di Indonesia, tradisi membaca Al-Qur’an sudah mengakar kuat melalui:
- Madrasah diniyah
- TPQ
- Khataman di desa-desa
- Tadarus setiap Ramadan
Para kiai di pesantren menyebut bahwa tradisi tilawah menjaga hubungan generasi dengan Al-Qur’an agar tidak terputus, sekaligus menjadi fondasi sebelum memahami isi dan tafsirnya.
Tilawah Wajib Dilestarikan, Pemahaman Harus Dikejar
Dari berbagai pandangan ulama, dapat disimpulkan:
- Membaca Al-Qur’an meski belum paham artinya tetap bernilai ibadah besar.
- Namun memahami makna adalah anjuran kuat dan menjadi tujuan utama interaksi dengan Al-Qur’an.
- Tradisi tilawah adalah gerbang menuju kedekatan spiritual dan intelektual dengan kitab suci.
Al-Qur’an bukan hanya dibaca untuk dipahami, tetapi juga untuk dirasakan, dihayati, dan dihidupkan dalam keseharian.
***
Tim Redaksi.