Queensha.id - Jakarta,
Nama Ridho Rhoma tak pernah bisa lepas dari sosok ayahnya, sang maestro Rhoma Irama. Namun, Ridho bukan sekadar pewaris nama besar. Ia menjelma menjadi figur penting dalam dunia dangdut modern, yang berani mengusung perubahan tanpa meninggalkan akar budaya.
Dalam perjalanan musiknya, Ridho Rhoma telah membuktikan bahwa darah seni yang mengalir dalam dirinya bukan sekadar warisan, melainkan komitmen yang dibangun dari kerja keras dan dedikasi. Ia hadir bukan hanya sebagai "anak sang legenda", tetapi sebagai sosok yang memperjuangkan dangdut agar tetap hidup, dinamis, dan relevan di tengah arus zaman.
Dari Soneta ke Sonet 2: Napas Baru untuk Dangdut
Ridho memulai langkahnya di industri musik dengan membentuk Sonet 2 Band, sebagai kelanjutan dari Soneta Group yang ikonik. Di sinilah ia mulai membangun karakter musiknya sendiri. Alih-alih meniru habis gaya sang ayah, Ridho memilih untuk menciptakan harmoni antara tradisi dan inovasi.
Sentuhan modern dalam lagu-lagu seperti “Menunggu”, “Dewa Amor”, dan “Haruskah Berakhir” membuktikan bahwa dangdut tak harus kaku. Aransemen musiknya menampilkan perpaduan unik antara orkestra, pop, hingga electronic dance music (EDM), menjadikan karya-karyanya mudah diterima lintas generasi.
"Ridho berhasil menjadikan dangdut lebih inklusif dan segar," ujar seorang pengamat musik dari Jakarta.
"ia paham pasar muda, tapi tetap menjaga rohnya, " imbuhnya.
Jatuh, Bangkit, dan Kembali ke Dangdut
Namun, perjalanan Ridho Rhoma tak selalu berjalan di atas panggung gemerlap. Ia sempat tersandung berbagai kontroversi yang membuat kariernya terguncang. Namun yang menarik, Ridho tak pernah benar-benar meninggalkan panggung dangdut. Setiap kali terpuruk, ia kembali dengan semangat baru—membawa musik yang lebih matang dan pesan yang lebih dalam.
"Dangdut bukan sekadar pekerjaan, ini panggilan jiwa," ujar Ridho dalam salah satu wawancara televisi. Sikap ini menunjukkan bahwa komitmennya terhadap dangdut jauh melampaui urusan popularitas.
Menjembatani Generasi: Dangdut Masa Kini
Salah satu visi besar Ridho adalah menjembatani generasi. Ia sadar bahwa untuk tetap eksis, dangdut harus berevolusi. Dengan mencampurkan genre-genre modern ke dalam komposisi dangdut klasik, ia membuka jalan agar genre ini bisa dinikmati oleh kaum muda tanpa kehilangan identitas aslinya.
Ia pun aktif terlibat dalam berbagai kolaborasi dan proyek lintas genre, membuktikan bahwa dangdut bukan musik pinggiran, melainkan bentuk ekspresi budaya yang layak mendapat tempat di panggung nasional dan global.
Dangdut sebagai Identitas Budaya
Bagi Ridho, musik dangdut bukan sekadar hiburan, melainkan bagian penting dari jati diri bangsa. Lirik-lirik dangdut yang membumi dan bercerita tentang cinta, kesedihan, perjuangan, hingga kritik sosial serta menjadi cerminan kehidupan masyarakat Indonesia.
Lewat musiknya, Ridho ingin menyuarakan pesan-pesan kebangsaan: mencintai produk dalam negeri, menghargai seni lokal, dan bangga terhadap warisan budaya sendiri.
"Musik dangdut adalah wajah Indonesia," katanya dalam salah satu unggahan media sosialnya. Pernyataan ini seolah menegaskan misinya, bukan hanya sebagai musisi, tetapi juga sebagai duta budaya yang ingin dangdut dihormati, bukan diremehkan.
---
Ridho Rhoma telah membuktikan bahwa melestarikan warisan bukan berarti memuja masa lalu, tetapi menjadikannya bahan bakar untuk masa depan. Ia tampil sebagai simbol transisi: dari era Rhoma Irama yang legendaris, menuju era baru yang tetap membawa semangat dan identitas yang sama. Dangdut, di tangannya, bukan hanya bertahan—tapi terus berkembang.
***
Sumber: RS.
0 Komentar