Queensha.id - Jepara,
Sebuah unggahan di grup Facebook Info Seputar Jepara mencuri perhatian warganet. Akun bernama Pap Lia menuliskan permohonan informasi tentang bank plecit yang beroperasi di wilayah Kecamatan Pakis Aji.
“Info bank plecit area Pakis Aji, bolo soale butuh dana mendesak buat keperluan sekolah🙏,” tulis Pap Lia dalam unggahan yang di-posting Senin malam (16/6/2025).
Unggahan tersebut langsung mendapat respons dari sejumlah warga lainnya yang tampaknya juga memiliki pengalaman serupa atau tertarik untuk ikut mencari sumber dana cepat.
"Melu golek bos mendadak,” komentar seorang netizen.
"Lek sampean entok q kabari bosku🙏 tak melu uron😁😁,” tambah akun lain.
Salah satu komentar juga menyebutkan bentuk jaminan yang biasa digunakan, “Jaminan BPKB,” menandakan bahwa transaksi pinjaman ini melibatkan agunan kendaraan bermotor.
Apa Itu Bank Plecit?
Istilah bank plecit sendiri sudah tak asing bagi sebagian warga, terutama di pedesaan. Ini merupakan sebutan lokal bagi praktik pinjaman uang dengan bunga tinggi yang prosesnya cepat dan tanpa banyak prosedur rumit. Biasanya dikelola secara perorangan atau kelompok kecil, bukan institusi keuangan resmi.
Bank plecit sering menjadi penyelamat bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat untuk keperluan mendesak. Seperti biaya sekolah anak, pengobatan, atau kebutuhan musiman seperti hajatan dan panen. Proses pencairannya cepat, bisa hanya dalam hitungan jam, cukup dengan menyerahkan BPKB atau surat berharga lainnya. Namun di balik kemudahan itu, banyak cerita yang berujung pilu.
Solusi Instan, Masalah Panjang
Tak sedikit warga yang akhirnya kesulitan membayar cicilan. Dengan bunga yang bisa mencapai 10–30% per bulan, beban cicilan bisa menguras pendapatan harian masyarakat kecil. Terlebih jika peminjam gagal membayar, agunan bisa disita dalam waktu singkat, bahkan tanpa proses hukum yang jelas.
Di banyak kasus, alih-alih menjadi jalan keluar, bank plecit justru memperparah kondisi ekonomi keluarga. Ada pula kasus kekerasan verbal hingga intimidasi dari penagih utang yang membuat trauma psikologis berkepanjangan.
“Awalnya cuma pinjam 2 juta buat biaya sekolah, ujung-ujungnya malah bayar 4 juta lebih, motorku ditarik karena telat dua minggu,” ujar salah satu warga Pakis Aji yang enggan disebut namanya.
Dilema Rakyat Kecil
Fenomena ini mengungkap dilema yang nyata di masyarakat: ketika kebutuhan mendesak datang dan akses terhadap pinjaman resmi seperti koperasi atau bank sangat terbatas, maka jalan pintas seperti bank plecit menjadi opsi yang terasa paling realistis.
Sayangnya, kurangnya literasi keuangan dan tidak meratanya lembaga pembiayaan mikro berbasis masyarakat membuat warga terus terjebak dalam lingkaran utang yang berulang.
Perlukah Ada Solusi Alternatif?
Pemerintah desa dan kecamatan sebenarnya dapat memainkan peran penting. Misalnya dengan membentuk koperasi desa berbasis simpan-pinjam dengan bunga ringan, atau membuka akses ke program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang ditawarkan bank milik negara.
Edukasi literasi keuangan pun menjadi kebutuhan mendesak agar masyarakat memahami risiko pinjaman dari sumber tidak resmi.
Sementara itu, bagi warga seperti Pap Lia dan ribuan lainnya yang kerap berhadapan dengan kebutuhan mendadak, bank plecit tetap menjadi “penolong” sementara yang mereka andalkan dan meski risikonya bukan main.
Jadi, Bank plecit di Pakis Aji dan daerah lainnya adalah potret kecil dari kegentingan ekonomi akar rumput. Cepat, praktis, tapi berisiko tinggi. Pemerintah dan masyarakat perlu duduk bersama, mencari solusi agar kebutuhan mendesak tak harus dibayar mahal di kemudian hari. Karena tak semua yang tampak mudah itu benar-benar meringankan.
***
Sumber: Group Info Seputar Jepara.
0 Komentar