Queensha.id - Raja Ampat, Papua Barat Daya,
Gugusan pulau indah yang menjadi ikon surga bawah laut Indonesia kini tengah berada dalam sorotan tajam. PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang (Antam), menghadapi pemeriksaan pemerintah buntut laporan kerusakan lingkungan di wilayah pertambangan mereka di Raja Ampat.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui Menteri Bahlil Lahadalia, memerintahkan penghentian sementara seluruh kegiatan operasional tambang milik PT Gag Nikel di Pulau Gag. Langkah ini diambil menyusul aduan masyarakat dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace Indonesia, yang menuding adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Penghentian ini kami lakukan agar proses verifikasi dapat berlangsung objektif dan transparan. Jangan sampai investasi justru menghancurkan masa depan lingkungan Papua,” tegas Bahlil dalam konferensi pers, Kamis (5/6/2025).
Siap Bertanggung Jawab
Menanggapi keputusan tersebut, Pelaksana Tugas Presiden Direktur PT Gag Nikel Arya Arditya menyatakan komitmennya untuk kooperatif. Menurut Arya, perusahaan siap menyampaikan seluruh dokumen pendukung dan membuka proses usaha mereka kepada pemerintah.
“Kami memahami pentingnya kepatuhan terhadap regulasi, terutama terkait perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat,” ujarnya.
Arya menyebut PT Gag Nikel telah memegang kontrak karya sejak 2017 dan mulai berproduksi pada 2018. Wilayah operasional mereka disebut berada di luar zona konservasi dan telah mengantongi izin seluas 13.136 hektare. “Kami sudah melakukan reklamasi, rehabilitasi DAS, serta konservasi terumbu karang,” tambahnya.
Namun, bagi publik, transparansi bukan sekadar dokumen. Apa yang terjadi di lapangan sering kali berbicara lebih jujur daripada angka dan laporan.
Greenpeace: Hutan Ditebang, Lautan Terancam
Berbeda dengan klaim perusahaan, hasil investigasi Greenpeace menunjukkan adanya pembukaan lahan besar-besaran di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Sedikitnya 500 hektare hutan alami telah terbabat, dan sejumlah dokumentasi memperlihatkan limpasan tanah yang memicu sedimentasi perairan.
“Ini bukan sekadar soal izin. Ini soal keberlanjutan. Raja Ampat adalah warisan dunia, bukan lahan tambang biasa,” tegas Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Greenpeace memperingatkan bahwa kerusakan pada terumbu karang di sekitar lokasi tambang bisa berdampak domino terhadap ekosistem laut dan sumber penghidupan masyarakat pesisir.
Tambang di Tanah Surga
Raja Ampat dikenal sebagai kawasan dengan biodiversitas laut tertinggi di dunia. Di tengah pesona alam ini, ironi muncul: hanya satu perusahaan tambang yang masih aktif dan itulah PT Gag Nikel.
Menteri ESDM sendiri mengakui bahwa PT Gag adalah satu-satunya perusahaan yang beroperasi aktif dari lima pemilik izin tambang di kawasan ini. Bahlil berencana turun langsung ke lapangan di Sorong dan Pulau Gag untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap hukum dan kearifan lokal.
“Pemerintah harus memastikan pertumbuhan ekonomi tidak dibayar dengan kehancuran ekologi,” katanya.
Antara Hilirisasi dan Hak Hidup
Di tengah gempuran krisis iklim, suara-suara kritis meminta agar kebijakan hilirisasi yang didorong pemerintah tidak mengorbankan daerah rawan seperti Papua. Aktivitas tambang nikel memang menjadi tulang punggung industri baterai listrik dunia, tapi di balik itu ada risiko kerusakan yang tak tergantikan.
Kini publik menanti: Apakah PT Gag Nikel hanya akan jadi bab dalam kisah panjang pertarungan antara industri dan alam? Ataukah ini menjadi momentum untuk menegaskan bahwa Indonesia tak akan menukar keindahan warisan alamnya demi keuntungan jangka pendek?
Waktu akan menjawab tapi hutan yang ditebang dan laut yang tercemar mungkin tak punya kesempatan menunggu.
0 Komentar