Queensha.id - Jepara,
Korupsi menjadi momok yang terus menggerogoti berbagai sendi kehidupan bangsa, mulai dari birokrasi hingga pelayanan publik. Dalam pandangan hukum negara, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Tapi bagaimana Islam memandang praktik korupsi?
Dalam hukum Islam, korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela dan tergolong dosa besar. Istilah “korupsi” dalam bahasa Arab sering dikaitkan dengan kata ghulul (penggelapan harta negara) atau risywah (suap). Kedua istilah ini sama-sama mengandung makna penyimpangan terhadap amanah dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi sebagai Pengkhianatan Amanah
Islam menekankan pentingnya amanah (kepercayaan) dalam kehidupan. Korupsi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan kepada seseorang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya...”
(QS. An-Nisa: 58)
Koruptor telah melanggar amanah yang diberikan kepadanya, baik sebagai pejabat publik, pegawai, ataupun tokoh masyarakat. Mereka bukan hanya menyakiti manusia, tapi juga mengingkari perintah Allah.
Korupsi adalah Ghulul: Penggelapan dan Pengkhianatan
Dalam terminologi fikih, korupsi kerap dikategorikan sebagai ghulul yang berarti menyembunyikan atau mengambil secara diam-diam harta rampasan perang (ghanimah) sebelum dibagikan. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang mengkhianati (ghulul), maka ia akan datang pada hari kiamat membawa barang yang dikhianatinya itu."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjadi dalil tegas bahwa tindakan penggelapan — baik uang, aset, ataupun sumber daya publik akan mendapat balasan langsung di akhirat.
Risywah (Suap) dalam Pandangan Islam
Korupsi juga bisa berupa praktik suap-menyuap. Islam sangat keras dalam mengecam perbuatan ini. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara di antara keduanya."
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Laknat di sini bukan sekadar celaan biasa, tetapi menunjukkan betapa beratnya dosa risywah dalam Islam.
Korupsi Mengundang Azab Sosial
Dampak dari korupsi tidak hanya bersifat individual, tetapi juga kolektif. Ketika para pemimpin dan pejabat berperilaku koruptif, masyarakat luas yang menanggung akibatnya. Ini selaras dengan firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu makan harta sebagian kamu dengan cara yang batil...”
(QS. Al-Baqarah: 188)
Ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat ini menegaskan larangan mengambil harta orang lain secara tidak sah, termasuk melalui jabatan dan kekuasaan.
Hukuman Korupsi dalam Hukum Islam
Dalam konteks fiqh jinayah (hukum pidana Islam), para ulama berbeda pendapat soal hukuman korupsi. Sebagian memandang korupsi dapat disamakan dengan pencurian (sariqah) yang dihukum potong tangan, sebagaimana dalam QS. Al-Ma’idah: 38. Namun, ada pula yang menyamakan korupsi berat dengan hirabah (perampokan), yang dalam kondisi tertentu bisa dijatuhi hukuman mati.
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi, ialah mereka dibunuh atau disalib..."
(QS. Al-Ma’idah: 33)
Korupsi yang merugikan negara, merampas hak rakyat, dan menghancurkan keadilan sosial bisa dikategorikan sebagai perusak di muka bumi (mufsidun fi al-ardh).
Pesan Moral: Takutlah kepada Allah
Pada akhirnya, Islam tidak hanya memerangi korupsi secara hukum, tetapi juga secara moral dan spiritual. Seorang Muslim yang baik harus sadar bahwa Allah Maha Mengetahui, meskipun tidak ada CCTV atau penyidik yang melihat.
"Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Hadid: 4)
Jadi, Korupsi bukan hanya pelanggaran hukum negara, tetapi juga dosa besar dalam Islam yang konsekuensinya tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Sudah saatnya setiap Muslim, khususnya yang berada di posisi kekuasaan, menyadari bahwa amanah adalah ujian, dan setiap rupiah yang diselewengkan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
"Jangan menunggu dipanggil KPK, sebelum dipanggil oleh malaikat maut."
***
Sumber: BS.
0 Komentar