Foto, tangkap layar dari unggahan akun Facebook Jepara update. |
Queensha.id - Jepara,
Keresahan kembali menyelimuti warga Jepara. Kali ini, keributan antar kelompok remaja yang diduga kuat adalah bagian dari komunitas onjingers kembali pecah usai hiburan orkes dangdut Laluna di Desa Buaran, Kecamatan Mayong, Jepara, pada Minggu (27/7/2025) sore menjelang waktu Magrib.
Dalam video yang diunggah oleh akun Facebook JeparaUpdate, terekam suasana mencekam di pinggir jalan desa. Terlihat sejumlah remaja saling kejar, teriak, dan sebagian membawa benda tumpul. Video tersebut diambil oleh seorang ibu yang kebetulan melintas di lokasi menggunakan sepeda motor.
“Wong endi iku, Nang? Wes wes balik, balik!” seru sang ibu panik saat merekam kejadian.
“Tek Wes Ono Seng Mati, Mesti Podo Wedi Lan Lari…”
Ungkapan bernada sinis namun penuh makna terdengar dari seorang warga yang menanggapi aksi brutal tersebut.
"Tek wes ono seng korban seng mati, mesti podo wedi lan lari, ujunge digoleki polisi…”
Artinya, jika sudah ada korban meninggal, barulah semua takut dan bubar, ujung-ujungnya tetap dicari polisi.
Kalimat ini mencerminkan keputusasaan masyarakat atas aksi-aksi brutal para onjingers yang terus berulang dan nyaris tak ada efek jera. Keributan yang terjadi tak hanya menimbulkan ketakutan, tetapi juga mengganggu ketertiban umum dan membahayakan nyawa warga sekitar.
Apakah Ini Cara Mencari Jati Diri?
Pertanyaan besar pun muncul di tengah masyarakat: Apa yang sebenarnya dicari oleh para remaja ini?
Apakah ini ekspresi kebingungan masa muda, atau bentuk pencarian jati diri yang salah arah?
Sosiolog lokal menilai, aksi kekerasan seperti ini sering kali muncul dari kalangan remaja yang kehilangan arah, kurang mendapat perhatian di rumah, dan mencari pengakuan dari lingkungan sekitar yang meskipun lewat cara negatif.
“Remaja butuh tempat untuk mengekspresikan diri. Ketika ruang itu tidak ada atau tidak sehat, mereka menciptakan identitas baru dalam kelompok semu seperti onjingers. Sayangnya, identitas itu dibangun di atas kekerasan dan keberisikan,” ujar Dedi Arwana, seorang pemerhati sosial Jepara.
Hiburan atau Ancaman?
Hiburan orkes dangdut, yang seharusnya menjadi ruang kegembiraan rakyat, kini sering kali berubah menjadi titik awal keributan. Bukan pertama kalinya insiden seperti ini terjadi seusai pertunjukan Romansa atau orkes lain di wilayah Jepara.
Warga Buaran menyampaikan keresahan yang semakin memuncak.
“Kalau setiap ada orkes, mesti ada onjingers ribut. Kami jadi takut keluar rumah. Anak-anak kami juga ikut trauma,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Aparat dan Pemkab Diminta Bertindak Tegas
Melihat tren kekerasan yang terus berulang, masyarakat mendesak aparat kepolisian dan pemerintah kabupaten untuk mengambil langkah tegas. Penertiban kelompok onjingers, pembatasan jam hiburan malam, hingga edukasi di sekolah menjadi beberapa usulan yang mengemuka.
“Jangan tunggu ada korban jiwa. Kalau perlu, hiburan malam dibatasi, dan pengamanan harus lebih serius,” tegas seorang warga dalam kolom komentar media sosial.
Remaja adalah aset bangsa, bukan ancaman. Namun jika ruang-ruang pembinaan tidak segera diisi dengan kegiatan positif, maka kekosongan itu akan diisi oleh ego, kekerasan, dan ketidaktahuan.
Mungkin sudah saatnya kita bersama bertanya: Apa arti jati diri jika harus dicari lewat rasa takut orang lain? Dan lebih penting lagi: Apakah ini wajah masa depan Jepara yang kita harapkan?
***
27 Juli 2025 – Queensha Jepara