Notification

×

Iklan

Iklan

Desa Tempur Jepara, Potret Kerukunan Umat Beragama di Lereng Muria

Kamis, 25 September 2025 | 09.23 WIB Last Updated 2025-09-25T02:26:36Z

Foto, Foto, masjid dan Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang berdiri saling berhadapan di Desa Tempur, kecamatan Pakisaji, Jepara.

Queensha.id - Jepara,


Di lereng Pegunungan Muria, Kabupaten Jepara, terdapat sebuah desa yang kerap disebut sebagai potret kerukunan beragama: Desa Tempur. Keunikan desa ini tampak dari keberadaan sebuah masjid dan Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang berdiri saling berhadapan, hanya dipisahkan jalan kecil selebar sekitar tiga meter.


Mayoritas masyarakat Desa Tempur beragama Islam, sementara sebagian lainnya beragama Kristen. Namun, perbedaan keyakinan tidak pernah menjadi jurang pemisah. Justru, hal itu menjadi perekat kebersamaan mereka dalam menjaga harmoni.


Masjid dan gereja di desa ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga ikon perdamaian. Wisatawan yang berkunjung sering mengabadikan pemandangan tersebut sebagai simbol nyata toleransi yang hidup di tengah masyarakat.



Suara Warga Tempur


Kerukunan itu terasa nyata dalam keseharian. Warga saling membantu, baik dalam kegiatan sosial maupun ketika merayakan hari besar agama masing-masing.


“Kalau ada warga Kristen yang natalan, kami ikut bantu parkir atau bersih-bersih halaman gereja. Sebaliknya, saat Idulfitri, mereka juga ikut membantu kami menata halaman masjid,” tutur Slamet (52), tokoh masyarakat Desa Tempur.


Hal serupa disampaikan Yohanes (47), jemaat GITJ Tempur. Baginya, perbedaan keyakinan tidak pernah menjadi masalah.
“Di sini kami hidup seperti keluarga besar. Tidak ada sekat-sekat. Kalau ada hajatan, entah itu dari tetangga muslim atau Kristen, semua ikut gotong royong,” ujarnya.



Harmoni yang Jadi Teladan


Kerukunan di Desa Tempur mengajarkan bahwa toleransi, penghormatan, dan sikap saling mendukung adalah kunci menjaga harmoni sosial. Desa ini membuktikan bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi penghalang, melainkan bisa menjadi dasar bagi kehidupan berdampingan yang damai.


“Kerukunan ini sudah diwariskan dari leluhur kami. Kami ingin terus menjaganya agar anak cucu bisa merasakan hidup damai di tengah perbedaan,” pungkas Slamet.


***

×
Berita Terbaru Update