Foto, anak-anak Indonesia menengah ke bawah. |
Queensha.id - Jakarta,
Laporan terbaru NielsenIQ (NIQ) Indonesia mengungkap adanya pergeseran signifikan dalam kesehatan finansial masyarakat, terutama pada kelompok pendapatan kelas menengah. Hasil pengukuran melalui Financial Fitness Index (FFI) menunjukkan penurunan skor yang cukup mencolok pada kelompok ini, menandakan adanya tekanan berat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Kelas Atas Lebih Resilien
Director Strategic Analytics & Insights NielsenIQ Indonesia, Inggit Primadevi, menjelaskan bahwa kelompok berpenghasilan tinggi hingga di atas Rp40 juta per bulan yang justru menunjukkan ketahanan finansial yang lebih kuat. Skor FFI mereka naik dari 58,72 pada tahun sebelumnya menjadi 59,95 tahun ini.
“Kelompok dengan penghasilan di atas Rp40 juta mencatat peningkatan skor FFI, memperlihatkan bahwa mereka mampu bertahan dan bahkan memperkuat kondisi keuangan mereka,” ujar Inggit dalam konferensi pers, Minggu (14/9).
Kelas Menengah Jadi Tumpuan Beban
Sebaliknya, kelompok pendapatan menengah mengalami penurunan paling tajam. Mereka yang berpenghasilan antara Rp8 juta–Rp15 juta turun ke skor 44,15, sementara kelompok dengan penghasilan Rp5 juta–Rp8 juta jatuh ke angka 36,76.
Penurunan serupa juga terjadi pada kelompok usia 25–29 tahun, baik yang sudah menikah maupun belum, dengan skor merosot dari 40,27 menjadi 39,00. Kondisi ini menggambarkan rapuhnya stabilitas finansial generasi muda produktif.
Sisi Positif: Kesadaran Investasi di Kalangan Anak Muda
Meski dihantam tekanan ekonomi, Inggit mencatat adanya tren positif, khususnya dari kalangan muda. Peningkatan kepemilikan investasi jangka panjang mulai terlihat dari kelompok usia ini, seiring kebiasaan finansial dasar yang relatif baik hingga seperti menabung rutin dan memiliki dana darurat.
“Sebagian anak muda Indonesia yang sudah membangun fondasi keuangan yang kuat terus berupaya meningkatkan kesehatan finansial mereka untuk masa depan yang lebih baik,” tambah Inggit.
Gambaran Besar
Temuan ini menyoroti adanya jurang semakin lebar antara kelas menengah dan kelas atas dalam hal kesehatan finansial. Di satu sisi, kelas atas mampu memperkuat resiliensi, sementara kelas menengah justru menghadapi tekanan berat, bahkan harus beradaptasi dengan cara mengubah pola konsumsi maupun beralih ke layanan publik seperti BPJS Kesehatan.
Dengan situasi ini, para pakar menilai pentingnya literasi keuangan yang lebih inklusif, terutama bagi kelompok menengah dan muda, agar tidak semakin terjebak dalam kerentanan ekonomi di masa depan.
***