Foto, Faris Al Faisal seorang penyair dan pendiri rumah Puisi. |
Queensha.id - Indramayu,
Sajak-sajak melankolis dengan nuansa kontemplatif lahir dari tangan Faris Al Faisal, penyair sekaligus pendiri Rumah Puisi. Ia bukan sekadar menulis, tetapi merangkai pengalaman batin menjadi untaian kata yang penuh simbol. Melalui karyanya, pembaca diajak menelusuri lorong waktu, menghadapi sunyi, hingga berdamai dengan kecemasan.
Dalam karya terbarunya, Faris menghadirkan sejumlah puisi seperti Cahaya Kelekatu, Kecamuk, Kincir Kepala, hingga Memoar Napas. Setiap judul menyimpan jejak permenungan mendalam tentang kehidupan, kesunyian, teknologi, hingga maut.
“Puisi bagi saya adalah napas. Ia hadir dari keseharian, dari pandangan kosong di emper rumah, dari ilalang yang meratap, dari ombak yang tak kunjung reda. Semua bisa menjadi bahasa,” ungkap Faris saat ditemui usai acara pembacaan puisi di Indramayu, baru-baru ini.
Menyulam Sunyi dan Harapan
Sajak Cahaya Kelekatu misalnya, menggambarkan perjalanan batin manusia dalam menembus malam gelap, mencari secercah cahaya. Sementara Kecamuk memotret riuhnya kehidupan modern yang mirip “siaran langsung”, disaksikan ribuan pasang mata, namun menyisakan kekosongan di balik sorak-sorai.
Pada Kincir Kepala, Faris menyentil peradaban yang tengah berlari bersama kecerdasan buatan. Teknologi, tulisnya, bisa menjadi kuda kreatif yang melaju ke masa depan, tapi juga racun yang merampas kemanusiaan. Sedangkan Memoar Napas adalah refleksi paling lirih: perjumpaan manusia dengan kematian yang diibaratkan sebagai teluk tenang, tempat segala perjalanan berakhir.
Kiprah dan Penghargaan
Selain menulis, Faris aktif menggerakkan literasi di kampung halamannya. Ia menjabat sebagai Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Indramayu sekaligus Ketua Lembaga Basa lan Sastra Dermayu. Atas kiprahnya, ia menerima Anugerah Seni dan Budaya Kategori Bahasa dari Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun 2024.
Tak berhenti di situ, Faris juga menggagas gerakan “Literasi Umat”, sebuah upaya membuka akses informasi yang sehat bagi masyarakat. “Informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat,” tegasnya.
Puisi yang Menyapa Zaman
Karya Faris menunjukkan bahwa puisi tak hanya hidup di buku atau panggung sastra, tetapi juga menyapa zaman. Ia merekam kesepian, mengkritisi teknologi, hingga memotret ajal dengan bahasa yang sederhana namun menghujam.
Dengan sajak-sajaknya, Faris seolah ingin mengingatkan bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang kadang dipenuhi cahaya, kadang hanya sunyi. Namun pada akhirnya, seperti dalam Memoar Napas, manusia akan menutup hari dengan damai atau setidaknya berusaha berdamai.
Diketahui, Faris Al Faisal, penyair dan pendiri Rumah Puisi. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Indramayu dan Ketua Lembaga Basa lan Sastra Dermayu. Penerima Anugerah Seni dan Budaya Kategori Bahasa dari Pemerintah Kabupaten Indramayu Tahun 2024.
***