| Foto, kolase. Gardu induk PLN dan penolakan warga Desa Tanggul Pandean, Nalumsari, Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Penolakan warga Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, terhadap pembangunan Gardu Induk PLN semakin nyata. Spanduk-spanduk besar bertuliskan protes kini terpampang di berbagai sudut desa, menjadi simbol perlawanan warga yang merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan proyek.
Kepala Desa Tunggul Pandean, Ambar Zulaikha, dituding memberikan izin pembangunan secara sepihak. Padahal, lahan yang digunakan adalah tanah bengkok desa yang seharusnya dimanfaatkan melalui musyawarah desa sesuai amanat UU Desa No. 6 Tahun 2014 serta Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.
Kekhawatiran Dampak Kesehatan
Sejumlah warga menilai keberadaan gardu induk berbahaya karena terlalu dekat dengan permukiman padat. Suliyono, warga RT 06 RW 02, bahkan menyebut lokasi itu persis di samping tanah miliknya.
“Pendirian gardu induk ini tanpa sosialisasi. Selain itu, lokasinya sangat dekat dengan rumah penduduk. Kami khawatir dampaknya pada kesehatan,” katanya, Jumat (10/5/2025).
Menurutnya, kebutuhan listrik di desa sudah tercukupi. Jika pembangunan gardu induk memang diperlukan, warga meminta dialihkan ke desa lain yang warganya menyetujui.
Dianggap Langgar Aturan
Warga juga menyoroti regulasi yang mereka anggap dilanggar. UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menegaskan bahwa penyediaan tenaga listrik harus memperhatikan keselamatan umum, kesehatan, dan kelestarian lingkungan. Selain itu, Permen ESDM No. 13 Tahun 2021 secara jelas mengatur jarak aman infrastruktur ketenagalistrikan dari rumah penduduk.
“Kalau aturan itu dipatuhi, jelas pembangunan gardu induk di lokasi ini tidak layak,” ujar warga lain yang ikut menolak.
Surat Keberatan Tak Digubris
Penolakan warga bukan hanya berhenti pada spanduk. Mereka sudah mengirimkan surat keberatan resmi ke PLN, Bupati Jepara, DPRD, hingga Dinas Lingkungan Hidup. Namun, hingga kini belum ada jawaban pasti.
Puncak kekecewaan terjadi saat warga mendatangi balai desa untuk meminta klarifikasi langsung dari kepala desa. Sayangnya, pertemuan itu berakhir tanpa kesepakatan.
“Warga hanya ingin suara mereka didengar dan aturan ditegakkan. Jangan sampai proyek yang katanya untuk kepentingan umum justru merugikan masyarakat sekitar,” tegas seorang warga yang enggan disebut namanya.
Menanti Keputusan Pemerintah
Meski protes terus berlangsung, pembangunan gardu induk tetap berjalan. Warga kini menaruh harapan pada pemerintah daerah dan PLN agar mengambil langkah bijak—menghentikan sementara proyek untuk dikaji ulang, atau bahkan memindahkan lokasi ke tempat yang lebih aman.
Spanduk penolakan yang menjamur di Desa Tunggul Pandean menjadi tanda bahwa masyarakat tidak tinggal diam. Mereka menolak jika kepentingan listrik nasional harus dibayar dengan mengorbankan kesehatan dan keselamatan warga desa.
***
Sumber: EP/L7.