Notification

×

Iklan

Iklan

Mengapa Orang Indonesia Belum Kenyang Kalau Belum Makan Nasi? Ini Penjelasan Sejarah, Biologi dan Psikologinya

Minggu, 12 Oktober 2025 | 07.36 WIB Last Updated 2025-10-12T00:38:05Z

Foto, sepiring nasi putih.


Queensha.id - Edukasi Sosial,


Ungkapan “belum makan kalau belum makan nasi” bukan sekadar lelucon khas Indonesia. Kalimat ini berakar pada sejarah panjang, kebijakan nasional, hingga faktor biologis dan psikologis manusia. Makanan berbahan dasar beras bukan hanya sumber energi, tetapi juga simbol identitas, kebiasaan, dan kenyamanan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.



Jejak Sejarah dan Budaya di Balik Nasi


Kecintaan orang Indonesia terhadap nasi tidak muncul begitu saja. Ia tumbuh dari kebijakan politik pangan hingga menjadi budaya yang melekat kuat di setiap lapisan masyarakat.



1. Kebijakan Pemerintah di Era Orde Baru


Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, pemerintah meluncurkan program besar “beras-isasi”, sebuah kebijakan yang menjadikan beras sebagai makanan pokok nasional.
Melalui program ini, produksi beras ditingkatkan besar-besaran agar Indonesia mencapai swasembada pangan. Beras pun menjadi makanan yang mudah didapat, harganya stabil, dan bahkan menjadi simbol kemakmuran. Akibatnya, generasi demi generasi tumbuh dengan pola pikir bahwa “makan itu harus nasi”.



2. Budaya Turun-Temurun


Kebiasaan ini terus diwariskan dari keluarga ke keluarga. Anak-anak sejak kecil dikenalkan dengan nasi sebagai sumber utama energi, baik dalam bentuk nasi putih, nasi uduk, atau nasi goreng.



“Dari kecil kita sudah terbiasa makan nasi tiga kali sehari. Akhirnya, ini bukan cuma soal rasa kenyang, tapi juga rasa nyaman dan kebiasaan yang membentuk identitas,” ujar seorang ahli antropologi pangan dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Ratri Wulandari, Minggu (12/20/2025).



3. Negara Agraris


Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai penghasil beras. Mayoritas masyarakat menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Karena itu, beras bukan sekadar makanan, melainkan juga simbol kehidupan dan hasil kerja keras para petani.



Dari Sisi Biologi: Nasi dan Rasa Ketagihan


Tak hanya sejarah dan budaya, sains juga memberikan penjelasan mengapa banyak orang merasa belum “puas” jika tidak makan nasi.



1. Indeks Glikemik Tinggi


Nasi, terutama nasi putih, memiliki indeks glikemik tinggi. Artinya, karbohidrat di dalamnya cepat diubah menjadi glukosa oleh tubuh. Lonjakan kadar gula darah ini menimbulkan efek energi instan — dan secara tidak sadar menciptakan “ketagihan” untuk terus mengonsumsinya.



2. Sumber Energi Utama


Tubuh manusia terbiasa menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi. Ketika seseorang terbiasa makan nasi setiap hari, tubuh akan “mencari” karbohidrat dari nasi sebagai bahan bakar utama. Itulah sebabnya, meskipun sudah makan roti atau mi, banyak orang tetap merasa lapar jika belum makan nasi.



3. Efek Psikologis dari Rasa Manis


Karbohidrat dalam nasi yang dipecah menjadi gula juga merangsang pelepasan serotonin zat kimia di otak yang berperan meningkatkan suasana hati. Karena itu, makan nasi seringkali memberikan rasa puas dan nyaman secara emosional.



Pandangan Psikolog Terkemuka di Indonesia


Psikolog klinis dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dr. Aulia Rahmawati, menjelaskan bahwa kebiasaan makan nasi tidak hanya bersifat biologis, tapi juga emosional.



“Bagi banyak orang Indonesia, nasi adalah bagian dari identitas sosial. Ada aspek psikologis di balik rasa ‘tidak lengkap’ ketika belum makan nasi, karena nasi diasosiasikan dengan rumah, kehangatan, dan tradisi keluarga,” ungkapnya.


Lebih jauh, Dr. Aulia menilai bahwa kebiasaan ini juga berhubungan dengan conditioning, yakni proses di mana otak terbiasa mengasosiasikan rasa kenyang dengan nasi. “Ketika seseorang bertahun-tahun mengalami hal itu, otak akan menyimpan pola: kenyang = nasi. Jadi ketika makan tanpa nasi, sinyal kenyang di otak belum aktif sepenuhnya,” tambahnya.



Kesimpulan: Nasi Lebih dari Sekadar Makanan


Nasi bagi masyarakat Indonesia bukan sekadar sumber karbohidrat, melainkan bagian dari jati diri nasional. Dari kebijakan pemerintah, tradisi keluarga, hingga respons biologis dan psikologis tubuh, semua berkontribusi membentuk budaya “belum makan kalau belum makan nasi”.


Namun, para ahli mengingatkan agar kebiasaan ini diimbangi dengan pola makan sehat. Mengurangi porsi nasi putih dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks seperti nasi merah, kentang, atau singkong bisa menjadi langkah bijak menjaga keseimbangan nutrisi tanpa kehilangan rasa “kenyang khas Indonesia”.


***
Queensha Jepara.

×
Berita Terbaru Update