Foto, Jenderal Abdul Haris Nasution. (Dokumen Sejarah Republik Indonesia) |
Queensha.id - Jepara,
Nama Jenderal Besar Abdul Haris Nasution menempati posisi penting dalam sejarah militer Indonesia. Sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan sekaligus Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi pada pertengahan 1960-an, pengaruhnya begitu besar di tubuh TNI AD. Tak mengherankan jika saat meletusnya peristiwa G30S/PKI, ia menjadi target utama operasi penculikan dan pembunuhan.
Target Utama Pasukan Cakrabirawa
Dalam operasi dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa mendapat perintah jelas: membawa Nasution hidup atau mati ke Lubang Buaya. Untuk misi itu, dikerahkan hampir dua pleton penuh pasukan bersenjata dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan untuk enam jenderal lainnya. Fakta ini menegaskan betapa pentingnya posisi Nasution dalam perimbangan kekuatan militer kala itu.
Malam Panas yang Menjadi Penyelamat
Malam itu, Jakarta diguyur hawa panas. Nyamuk-nyamuk yang berkerumun membuat Nasution sulit tidur. Justru karena terjaga, ia mendengar suara tembakan dan kepanikan saat rumahnya di Jalan Teuku Umar digempur pasukan.
Sang istri, Yohana Sunarti, dengan sigap menggendong putri kecil mereka, Ade Irma Suryani. Dalam kekacauan, ia memohon agar Nasution segera menyelamatkan diri. Dengan keberanian, sang jenderal melompat pagar belakang rumah dan berlari menuju Kedutaan Besar Irak, tempat ia bersembunyi hingga pagi.
Korban Salah Tangkap: Pierre Tendean
Namun, pasukan Cakrabirawa tak pulang dengan tangan kosong. Mereka menangkap ajudan muda Nasution, Lettu Pierre Andreas Tendean, yang berpostur mirip sang jenderal. Pierre diseret ke Lubang Buaya dan menjadi korban kekejaman bersama enam perwira tinggi lainnya. Jasadnya baru ditemukan pada 4 Oktober 1965 di sumur maut yang kini menjadi bagian dari Monumen Lubang Buaya.
Kembali ke Markas Kostrad
Menjelang pagi, setelah berjam-jam bersembunyi, Nasution kembali ke rumahnya dalam keadaan lemah. Ia kemudian dibawa iparnya dan beberapa perwira ke Markas Kostrad, tempat ia bersama Mayor Jenderal Soeharto menyusun langkah strategis untuk menumpas G30S/PKI.
Dari Buronan ke Jenderal Besar
Sejarah mencatat, meski hampir menjadi korban, Nasution justru tampil sebagai salah satu penyelamat bangsa. Atas dedikasi dan pengaruhnya, pada 5 Oktober 1997, ia bersama Soedirman dan Soeharto dianugerahi pangkat kehormatan Jenderal Besar dengan penghargaan tertinggi yang hanya dimiliki oleh tiga tokoh dalam sejarah militer Indonesia.
***