Notification

×

Iklan

Iklan

Pelayanan Desa Damarjati Jepara Tuai Kritik: Dari Pegawai Mangkir, BPJS Tunggak, hingga Laporan Polisi

Minggu, 19 Oktober 2025 | 05.21 WIB Last Updated 2025-10-18T22:22:47Z

Foto, tangkap layar dari kritikan warga di balaidesa Damarjati, hingga pelaporan polisi ke Polres Jepara.

Queensha.id - Jepara,


Desa Damarjati, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, tengah menjadi sorotan publik. Warga menilai pelayanan pemerintahan desa tersebut kian memprihatinkan, mulai dari rendahnya disiplin pegawai hingga munculnya dugaan intimidasi antarperangkat desa.


Semua bermula ketika Agus Riyanto, warga setempat yang akrab disapa Agus Alesta, mendapati hanya dua pegawai yang hadir di Balai Desa Damarjati pada Rabu (15/10/2025) pukul 09.00 WIB. Padahal, jam kerja pelayanan seharusnya dimulai pukul 07.30 WIB sesuai surat edaran Bupati Jepara.


“Kami datang pagi-pagi berharap bisa dilayani, tapi sampai jam sembilan baru dua orang pegawai yang datang,” ujar Agus kepada Liputan7, dikutip Queensha Jepara.


Agus menyebut kondisi seperti ini sudah sering terjadi. “Sangat disayangkan, pejabat publik yang seharusnya jadi teladan justru seolah tidak terikat aturan,” tambahnya.



Disiplin Longgar dan Pelayanan Tersendat


Tujuan kedatangan Agus bersama keluarga almarhum Suwarno, perangkat desa yang telah meninggal dunia, adalah untuk menanyakan status BPJS Ketenagakerjaan milik almarhum. Namun hasilnya mengejutkan: premi BPJS tersebut tertunggak selama 10 bulan.


Temuan itu menimbulkan pertanyaan besar soal pengelolaan keuangan dan administrasi di Pemdes Damarjati.



Kaur Keuangan Akui Kelalaian


Sekitar pukul 09.30 WIB, Kaur Keuangan Desa Damarjati, Nur Khalimah, datang ke kantor setelah dipanggil melalui telepon. Ia mengakui bahwa keterlambatan pembayaran premi BPJS disebabkan kelalaiannya.


“Pembayaran premi seluruh staf diambil dari dana BHPN desa. Biasanya pencairan dilakukan tiap enam bulan. Tapi karena banyak pekerjaan, saya belum sempat mengurus pembayaran itu,” ujarnya.


Pengakuan tersebut justru menambah kekecewaan masyarakat yang menilai pelayanan publik desa itu sudah jauh dari kata tertib dan profesional.



Kepala Desa Tak Merespons


Upaya media untuk mengonfirmasi hal ini kepada Kepala Desa Damarjati, Kasno, tidak membuahkan hasil. Pesan dan panggilan WhatsApp yang dikirimkan belum mendapat tanggapan hingga berita ini diturunkan. Pantauan di lapangan juga menunjukkan, sang kepala desa tidak terlihat di Balai Desa pada hari kejadian.




Minim Transparansi Anggaran


Selain masalah kedisiplinan, warga juga menyoroti absennya papan informasi Dana Desa di area kantor desa. Padahal papan itu wajib dipasang sesuai peraturan Kementerian Desa (Kemendes PDTT) sebagai wujud keterbukaan anggaran.


“Kalau papan informasi tidak ada, warga tidak tahu uang desa digunakan untuk apa. Ini bisa memicu kecurigaan,” tegas Agus.



Desakan Warga ke Dinas Terkait


Warga mendesak Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermades) Jepara untuk turun tangan dan menindak pegawai yang tidak disiplin.


“Kami minta Dinsospermades tegas. Jangan biarkan pelayanan publik seperti ini terus terjadi,” ujar Agus Alesta.


Kasus ini menjadi potret nyata lemahnya transparansi dan disiplin birokrasi di tingkat desa.



Babak Baru: Laporan Polisi karena Dugaan Intimidasi


Tak berselang lama, situasi di Desa Damarjati makin panas. Nur Khalimah (41), Kaur Keuangan yang sebelumnya mengakui kelalaian administrasi, melaporkan dugaan intimidasi dan kekerasan verbal ke Satreskrim Polres Jepara pada Sabtu (18/10/2025).


Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor Lap. Aduan/B51/X/2025/Res Jepara dan diterima oleh Brigadir Puji Subandono, SH. Terlapor dalam kasus ini adalah Agus Riyanto alias Agus Alesta, warga yang sebelumnya memprotes pelayanan desa.


Menurut laporan, kejadian terjadi pada Rabu (15/10/2025) pukul 09.00 WIB di Balai Desa Damarjati. Agus disebut datang bersama beberapa orang untuk menanyakan klaim BPJS milik almarhum Suwarno, namun kemudian marah-marah karena tidak diakui sebagai ahli waris resmi.


“Dia anak angkat almarhum, jadi tidak termasuk ahli waris. Sudah dijelaskan baik-baik, tapi malah marah dan berteriak,” ujar Febri, salah satu perangkat desa.


Ketegangan memuncak saat Agus disebut sempat menarik kerah baju perangkat desa lain, Muhammad Purnomo, sebelum akhirnya dilerai pegawai lain.




Reaksi Netizen: Damarjati Pecah di Dunia Maya


Kisruh di Damarjati pun menyebar cepat ke media sosial. Ratusan komentar netizen Jepara memenuhi kolom unggahan berita tentang kasus tersebut.


Beberapa warganet mendukung langkah Agus yang dianggap membela transparansi, namun tak sedikit pula yang menilai tindakan emosionalnya berlebihan.

“Babak baru sudah dimulai. Ibarat pepatah, kutuk marani sunduk,” tulis akun Murakabi Murakabi, menyindir bahwa pertarungan kebenaran baru dimulai.


“Seru akan membuka jati diri perangkat desa di semua daerah,” tulis Heri Murjito.


Namun sebagian lain menilai semua pihak perlu introspeksi.


“Perangkat desa kok nggak terima kritik. Kalau salah ya diperbaiki sambil kerja,” tulis Abdul Jpr.



“Digaji rakyat kok emoh diprotes rakyat,” tambah Nusron Ahmed dalam komentarnya yang disukai banyak pengguna.


Sebaliknya, ada pula warganet yang membela perangkat desa.


“Kalau warga salah, malah lapor polisi cuma karena punya jabatan,” ujar Jadityaa PutraGummilarrr disambut tawa reaksi netizen lainnya.



Pelajaran dari Kasus Damarjati


Kasus di Desa Damarjati bukan hanya tentang siapa yang salah atau benar. Ini adalah cerminan rapuhnya etika pelayanan publik di tingkat akar rumput: antara rakyat yang haus transparansi dan aparat desa yang belum siap menerima kritik terbuka.


Ketika keterlambatan, kelalaian, dan ego saling bertemu di ruang publik, yang lahir bukan pelayanan, tapi kegaduhan.


***

Laporan: Tim Queensha Jepara
Jepara, 18 Oktober 2025