| Foto, edukasi sosial tentang kewajiban ayah yang sudah bercerai. Sumber Foto: Muslimpedia. | 
Queensha.id - Edukasi Sosial,
Perceraian kerap meninggalkan persoalan panjang, terutama menyangkut anak-anak. Bukan hanya soal pengasuhan, tetapi juga tentang nafkah serta posisi ayah dalam pernikahan anaknya kelak. Banyak kaum duda mempertanyakan: berapa besar nafkah yang wajib diberikan? Sampai usia berapa kewajiban itu berlaku? Dan bagaimana jika mantan istri menyalahgunakan uang tersebut?
Berapa Nafkah Anak Per Bulan?
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 ayat (4), seorang ayah wajib menanggung semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa atau mampu berdiri sendiri.
Besaran nafkah tidak ditentukan nominal pasti. Namun, disesuaikan dengan kemampuan ayah dan kebutuhan anak.
Sebagai gambaran, beberapa pengadilan agama di Indonesia menjatuhkan putusan nafkah anak antara Rp500 ribu – Rp2 juta per bulan per anak, tergantung kemampuan finansial ayah. Artinya, jika seorang duda memiliki dua anak, maka kewajiban bisa mencapai Rp1 juta hingga Rp4 juta per bulan.
Jika Uang Nafkah Dipakai Mantan Istri
Kasus sering muncul ketika uang nafkah anak dipakai ibunya untuk kepentingan pribadi. Menurut para praktisi hukum, solusi terbaik adalah pembuktian.
“Jika ayah merasa nafkah tidak digunakan semestinya, ia berhak mengajukan keberatan melalui pengadilan agama. Hakim bisa memutuskan agar nafkah disalurkan langsung ke anak, misalnya melalui rekening khusus,” jelas Dr. H. A. Basri, M.Ag., dosen Hukum Keluarga Islam di UIN Walisongo Semarang.
Dengan demikian, uang tetap sampai ke anak, bukan hanya ke mantan istri.
Batas Usia Tanggung Jawab Ayah
Dalam Islam, kewajiban ayah memberi nafkah berlaku hingga anak baligh dan mampu mandiri.
- Anak laki-laki: hingga mampu mencari nafkah sendiri.
- Anak perempuan: hingga menikah dan dinafkahi suaminya.
Pandangan ini sejalan dengan pendapat ulama terkemuka di Indonesia, seperti KH. Ma’ruf Amin yang pernah menyatakan, “Ayah tetap wajib menafkahi anak-anaknya, walau sudah berpisah dengan ibunya, sampai mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri, " ujarnya dikutip dari berbagai sumber.
Dosa Ayah Jika Tidak Memberi Nafkah
Islam menegaskan bahwa menelantarkan nafkah anak termasuk dosa besar. Rasulullah SAW bersabda:
"Cukuplah seseorang itu berdosa apabila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggung jawabnya."
(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’i)
Artinya, seorang ayah yang enggan memberi nafkah kepada anak kandungnya termasuk orang yang zalim dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Wali Nikah untuk Anak Perempuan
Dalam kasus anak perempuan yang menikah, ayah kandung adalah wali nikah utama.
- Jika ayah masih hidup, ia wajib menjadi wali nikah. Meski bercerai dengan ibunya, hubungan ayah dengan anak kandung tidak putus.
- Jika ayah menolak hadir, maka pernikahan bisa tetap sah dengan menunjuk wali hakim melalui izin pengadilan agama. Namun, para ulama menilai ayah yang enggan menikahkan anaknya tanpa alasan syar’i termasuk berdosa.
- Jika ayah meninggal, maka hak wali beralih ke kakek dari jalur ayah, lalu ke saudara laki-laki sekandung, dan seterusnya sesuai urutan wali nasab. Jika tidak ada, maka jatuh kepada wali hakim.
Kesimpulannya
- Ayah tetap wajib memberi nafkah, meski anak ikut ibunya pasca perceraian.
- Besaran nafkah disesuaikan dengan kemampuan ayah dan kebutuhan anak, umumnya berkisar Rp500 ribu – Rp2 juta per anak per bulan.
- Jika nafkah disalahgunakan, bisa ditempuh jalur hukum agar uang sampai ke anak.
- Tanggung jawab nafkah berlaku hingga anak mandiri, dan khusus anak perempuan hingga menikah.
- Wali nikah tetap ayah kandung, kecuali ayah wafat atau menolak tanpa alasan syar’i, maka bisa diwakilkan kepada wali hakim.
- Menelantarkan nafkah anak termasuk dosa besar, sebagaimana ditegaskan dalam hadis Rasulullah.
Dengan demikian, meskipun ikatan suami istri terputus karena perceraian, ikatan ayah dan anak tetap abadi dan tidak bisa dihapus oleh keadaan apapun.
***
 
